Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Perajin tahu di Samarinda, Kalimantan Timur, mengharapkan perhatian pemerintah menyusul kenaikan harga kedelai.
Salah seorang perajin tahu, Diran, kepada wartawan, Kamis, mengatakan, kenaikan harga kedelai dari Rp6.000 menjadi Rp9.000 per kilogram membuat para perajin tahu di sentra pembuatan tahu Kelurahan Selili, Kecamatan Samarinda Ilir, harus mengurangi ukuran, agar bisa tetap bertahan.
Di sentra pembuatan tahu Kelurahan Selili lanjut Diran, terdapat 49 perajin tahu dan semuanya masih bergantung pasokan kedelai dari Pasar Segiri.
Para perajin tahu itu kata dia, masih menggunakan alat tradisional yakni tungku pembakaran dengan bahan bakar kayu serta generator untuk proses penguapan.
Pada proses produksi, Diran mengaku harus membeli satu perahu kayu dengan harga Rp400 ribu yang hanya bisa digunakan selama dua hari dan lima liter solar Rp7.000 per liter digunakan setiap hari.
"Para perajin tahu disini punya koperasi tetapi tidak bisa banyak membantu sebab kenaikan harga tersebut kewenangan pemerintah. Jadi, kami berharap bantuan pemerintah agar harga kedelai bisa normal kembali sehingga kami bisa tetap berproduksi," ungkap Diran.
Setiap hari, Diran mengaku membutuhkan 300 kilogram kedelai dengan hasil produksi 16 ribu potong tahu dengan biaya produksi mencapai Rp3 hingga Rp3,5 juta.
Guna mengatasi tingginya biaya produksi menyusul kenaikan harga kedelai serta sulitnya memperoleh bahan bakar, tahu buatannya tetap dijual dengan harga yang sama yakni Rp250 per potong tetapi ukurannya yang dikurangi dari 4x4 cm menjadi 3x3 cm.
"Kami terpaksa membeli solar bersubsidi dari para nelayan di Sungai Mahakam dengan harga Rp7.000 per liter karena tidak bisa membeli di SPBU secara eceran. Saat ini, kayu juga semakin sulit ditemukan sehingga harganya terus melambung padahal sebelumnya hanya berkisar Rp100 hingga Rp150 ribu satu perahu. Jadi, selain kenaikan kedelai, kami juga meminta bantan pemerintah mencarikan solusi ketersediaan bahan bakar bagi perajin tahu," kata Diran yang mengaku memiliki sembilan orang pekerja, termasuk anak dan istrinya. (*)