Sangatta (ANTARA News Kaltim) - Sejumlah nelayan di Sangatta Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, mulai mengembangkan alat tangkap ikan yang biasa disebut "bagang apung" berbahan baku gabus dan bambu, dengan ukuran 12 meter kali 12 meter yang saat ini ditempatkan di kawasan Teluk Lombok Sangatta.
Ketua Pembina Nelayan Sangatta, Nasaruddin (39), Sabtu, mengatakan pengembangan alat tangkap ikan dalam bahasa bugis "Bagang" berbahan baku gabus merupakan yang pertama dilakukan, karena selama ini bahan bakunya menggunakan drum dan bambu sebagai pelampung.
"Pembuatan alat penangkap ikan berbahan baku gabus ini yang pertama kami buat. Dan kalau ini berhasil maka akan menjadi percontohan pembuatan bagang di seluruh Indonesia terutama di kawasan Kalimantan Timur," katanya.
Nelayan di Sulawesi Selatan saja sampai sekarang ini belum ada yang memiliki bagang penangkap ikan yang dibuat dari gabus, semuanya menggunakan alat pelampung dari drum dan bambu serta bahan ringan lainnya.
"Karena ini masih percobaan makanya belum bisa dikatakan berhasil, meskipun ada uji coba yang kami lakukan beberapa hari lalu bagang buatan kami ini sudah mampu menangkap ikan teri seberat 300 kilogram dan ikan pari serta berbagai jenis ikan-kata Nasaruddin yang juga Pembina puluhan nelayan di Kutai Timur.
Karena membuat bagang apung ini biaya sangat mahal, sehingga untuk sekarang kami hanya membuat satu unit dulu. Kalau memang nanti berhasil baru kami membuat lagi.
Untuk membuat satu unit bagang apung berbahan gabus dengan ukuran 12 meter kali 12 meter, menurut Nasaruddin, dikerjakan tujuh orang dan butuh modal tidak kurang 100 juta, artinya semakin besar bagang semakin besar juga biaya yang dibutuhkan.
"Kenapa kami mau membuat bagang apung karena disini belum ada, sedangkan potensi ikan di Kutai Timur luar biasa, terutama ikan teri ini belum tersentuh oleh nelayan, karena hanya bagang yang bisa menangkapnya," katanya.
Kalau berhasil kami akan menambah jumlah bagang untuk ditempatkan di beberapa lokasi strategis yang sudah kami ketahui lokasinya, seperti di Sangatta, Kaliorang dan Sangkulirang.
"Kami memang terkendala modal, tetapi kalau sudah berjalan selesai pekerjaannya yakin modalnya tidak butuh waktu lama untuk kembali, hanya butuh waktu enam bulan seratus juta itu kembali. (*)