Balikpapan (ANTARA) - Sidang perkara yang menjadikan jurnalis Diananta Putera Sumedi (Nanta, 36) sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Kalimantan Selatan memasuki babak baru.
"Mulai 1 Juli mendatang masuk pada pemeriksaan saksi-saksi," kata pengacara Nanta, Bujino A Salan, Minggu.
Pada sidang 1 Juli 2020 itu, akan mendapat kesempatan pertama kali memanggil saksi jaksa penuntut umum (JPU). Setelah itu, baru giliran para pengacara yang mendampingi Nanta untuk menghadirkan saksi-saksi.
Sidang nanti akan berlangsung dengan tatap muka seperti sidang biasa, namun tetap dalam protokol normal baru.
Karena itu, meskipun eksepsinya ditolak oleh majelis hakim yang dipimpin Meir Elisabeth Batara Randa, Bujino tetap bersemangat.
Ia yakin dalam pemeriksaan saksi-saksi nanti majelis hakim akan melihat duduk persoalan yang sesungguhnya.
"Bahwa kasus ini sama sekali bukan kasus pidana, sehingga klien kami dituntut dengan menggunakan pasal-pasal dari UU ITE. Sedari awal sudah jelas ini kasus pers, dan sudah pula diselesaikan oleh Dewan Pers sebagai yang berwenang menyelesaikan sengketa pers atau sengketa pemberitaan," kata Bujino.
Nanta menjadi terdakwa dalam sidang tersebut, sebab narasumbernya sendiri dalam berita "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" yaitu Sukirman yang mengaku sebagai Ketua Majelis Ummat Kaharingan Indonesia, membantah pernyataannya sendiri yang termuat di dalam berita yang ditayangkan di laman kumparan.com/banjarhits.id tersebut.
Sukirman kemudian melaporkan Nanta ke Dewan Pers, selain ke Polda Kalsel. Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pendapat, Penilaian, dam Rekomendasi (PPR) pada February 2020 yang menyebutkan kumparan.com/banjarhits.id harus meminta maaf dan memuat hak jawab dari Sukirman. Perintah Dewan Pers ini dilakukan segera.
"Dengan demikian selesai sebenarnya sudah kasus itu," kata Bujino.
Karena itu, para aktivis dari Koalisi untuk Masyarakat dan Kebebasan Pers mempertanyakan jalan dan arah kasus ini semenjak masih dalam penyelidikan polisi di Polda Kalsel.
"Upaya polisi menjadikan ini kasus pidana dengan menjerat Nanta pakai UU ITE adalah sesuatu yang dipaksakan," kata Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Fariz Fadhillah yang turut mendampingi Nanta.