Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Minimnya pasokan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan Timur, membuat masyarakat setempat terpaksa menggunakan BBM dari negeri jiran tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, banyak produk negeri tetangga (Malaysia) termasuk BBM yang secara bebas diperjualbelikan di Kabupaten Nunukan, terlebih di Pulau sebatik dan Krayan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Membanjirnya produk Malaysia di wilayah perbatasan tak lepas dari kondisi geografis kedua negara yang langsung berhubungan darat serta banyaknya `jalur tikus` yang menyebabkan mudahnya masuk berbagai barang ilegal menuju ke Indonesia.
Perbatasan Indonesia-Malaysia di Kaltim panjangnya mencapai 1.038 kilometer dengan luas wilayah perbatasan keseluruhan mencapai 15 kecamatan dengan total 57.731,64 kilometer persegi atau 23,54 persen dari luas provinsi Kaltim.
Kepala Sub Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Kabupaten Nunukan, Hasan Basri mengatakan, kondisi geografis wilayah perbatasan yang sebagian besar masih sulit dijangkau menlalui darat bahkan ada pula yang hanya bisa dijangkau melalui udara menjadi penyebab mudahnya masuk barang-barang ilegal ke wilayah Indonesia.
"Masalah geografis ini pulalah yang menyebabkan sulitnya distribusi BBM dan sembako ke wilayah perbatasan sehingga produk-produk Malaysia justru terkesan lebih banyak," ungkap Hasan Basri.
Demi menunjukkan rasa nasionalisme, pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-66 pada 2011 lalu, warga di perbatasan Malaysia membentangkan bendera Merah Putih sepanjang tiga kilometer.
Bendera raksasa itu, kata dia, dibentangkan di Desa Simanggaris, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sabah, Malaysia.
"Dalam upaya menjaga rasa nasionalisme warga di perbatasan yang selama ini diusik oleh serbuan produk-produk Malaysia, pada HUT Kemerdekaan RI ke-66 tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Nunukan bersama warga membentangkan Bendera Merah Putih sepanjang tiga kilometer di Desa Simanggaris yang merupakan wilayah berbatasan langsung dengan Malaysia," katanya.
"Cara ini sebagai upaya memperlihatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa nasionalisme warga di perbatasan masih kokoh," ungkap Hasan Basri.
Salah seorang warga Nunukan, Dahlan mengakui, bukan hanya BBM tetapi berbagai makanan dan kebutuhan pokok juga banyak diperjualbelikan di wilayah perbatasan.
"Jangankan di Pulau Sebatik, di ibu kota Kabupaten Nunukan bahkan hingga di Kota Tarakan, banyak produk-produk Malaysia yang secara bebas dijual. Bahkan, pakaian, sepatu dan berbagai jenis aksesoris juga `membanjiri` Nunukan," kata Dahlan.
Tidak hanya minim pasokan, tetapi kualitas produk Malaysia jauh lebih baik dibanding negeri kita.
"Gula dari Malaysia jauh lebih putih dan harganya hanya Rp9.000 per kilo dibanding gula Indonesia yang berwarna kekuning-kuningan dengan harga lebih Rp10 ribu. Begitupula dengan gas elpiji, warga Nunukan lebih memilih buatan Malaysia sebab isinya lebih padat dan kualitas tabungnya jauh lebih tebal sehingga sangat aman digunakan dibanding tabung gas ukuran tiga kilo yang dibagikan ke masyarakat," ungkap Dahlan.
Tidak sulit, kata dia, mencari produk negara tetangga itu di Kabuaten Nunukan.
Warga lainnya, Fahrulrozy mengakui, lebih memilih menggunakan bensin dari Malaysia daripada harus mengantri di Agen Premium Minyak Solar (APMS) yang hanya ada tiga di Kabupaten Nunukan.
"Hanya ada tiga APMS di Kabupaten Nunukan itupun sering kehabisan stok. Daripada harus mengantri, saya lebih memilih membeli bensin dari Malaysia yang banyak dijual secara eceran. Harganya mencapai Rp10 hingga Rp15 ribu per botol, namun kualitasnya jauh lebih baik," katanya.
Jika dicelupkan di tangan, bensin dari Malaysia kata Fahrulrozy langsung kering.
"Ada tiga jenis bensin Malaysia yang dijual di Nunukan yakni ada yang berwarna biru, hijau dan kuning, persis sama dengan warna bensin kita. Bahkan, sebagain besar warga Pulau Sebatik menggunakan bensin dari Malaysia karena pasokan BBM dari dari Indonesia sendiri sangat minim," ungkap Fahrulrozy.
Camat Sebatik Barat, Burhanuddin mengakui, krisis BBM yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia tidak terlalu berdampak bagi warga di pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu.
"Masyarakat disini sudah terbiasa menggunakan BBM dari Malaysia sehingga dampak krisis terkait rencana kenaikan harga BBM tidak terlalu dirasakan. Minimnya pasokan BBM ke Pulau Sebatik akibat kondisi geografis," ungkap Burhanuddin yang mengakui, jarak tempuh dari Sebatik hingga ke Tawau, Malaysia hanya berlangsung sekitar 15 menit dengan menggunakan speedboat.
Bupati Kabupaten Malinau, Yansen mengakui, kesulitan BBM di wilayahnya yang juga berbatasan langsung dengan Malaysia sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
"Dari dulu sudah sulit dan kalau berbicara harga BBM di perbatasan Rp25 ribu per liter itu sudah berlangsung ber tahun-tahun," kata Yansen.
Namun, keterbatasan BBM itu tidak lantas harus disikapi secara berlebihan.
"Masalah minimnya pasokan BBM itu hanya terkait kondisi geografis saja yang penting pihak Pertamina mau membantu dan yang jelas barangnya ada dan distribusi lancar dan aman," katanya.
"Memang, penggunaan BBM dari Malaysia oleh warga di perbatasan sudah ada sejak lama, tetapi menurut saya itu tidak menjadi masalah sebab masyarakat disana juga tidak terlalu mempersoalkan. Namun yang paling penting, bagaimana nasionalisme tetap terjaga," ungkap Yansen. (*)