Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai kinerja pasar modal saat ini masih relatif baik di tengah ketidakpastian global yang tinggi, tapi seluruh pihak terkait diingatkannya untuk tidak terlena.
"Kita jangan terlena karena kondisi perekonomian global diperkirakan belum akan membaik. Tensi trade war antara Amerika dan Tiongkok diperkirakan masih berlanjut dan bahkan sudah mengarah ke currency war," ujarnya saat membuka perdagangan saham dalam rangka memperingati 42 tahun pengaktifan kembali pasar modal Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin.
Di tengah ketidakpastian perekonomian global, yang tinggi, IHSG masih mencatatkan kinerja positif dengan Jumat (9/8/2019) ditutup menguat 1,41 persen (year to date) dan rata-rata imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) masih mengalami penurunan 69 basis poin.
Kondisi ini tentunya ditopang oleh kondisi ekonomi makro kita yang masih solid dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijaga di atas 5 persen, inflasi terjaga rendah (Juli 3,32 persen yoy) dan cadangan devisa juga terus tumbuh (Juli 125,9 miliar dolar AS) sejalan dana investor asing, yang masuk.
Sampai dengan akhir minggu lalu, jumlah beli investor asing bersih (net foreign buy) di pasar saham cukup besar mencapai Rp64,9 triliun (ytd) dan di pasar SBN sebesar Rp113,4 triliun (ytd).
Selain itu, sampai dengan akhir minggu lalu, penghimpunan dana dari pasar modal cukup menggembirakan, mencapai Rp109,2 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 29 perusahaan. Sedangkan total dana kelolaan investasi mencapai Rp802,4 triliun atau tumbuh 7,2 persen (ytd).
"Kondisi perang dagang saat ini mengakibatkan prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan berbagai lembaga internasional menjadi semakin nyata dan memberikan tekanan pada perdagangan internasional. Berbagai negara melakukan rate cut suku bunga acuannya, termasuk Indonesia," kata Wimboh.
Ia menuturkan, berbagai negara telah menyadari hal ini dan merespons dengan lebih agresif menurunkan suku bunga acuannya, seperti akhir-akhir ini yang dilakukan oleh India yang menurunkan 35 bps, lebih besar dari perkiraan, Selandia Baru menurunkan suku bunga acuannya menjadi yang terendah sepanjang sejarah, dan juga Thailand yang di luar perkiraan juga menurunkan suku bunga acuannya, serta Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuannya dan juga melonggarkan giro wajib minimum.
"Hal ini mengindikasikan tantangan dari perlambatan ekonomi global ini masih akan mewarnai perkembangan ekonomi domestik dan juga tentunya kinerja pasar modal kita ke depan. Untuk itu, kita semua harus merespons dinamika ini dengan cepat dan tepat," ujar Wimboh.