Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Timur mengalami kenaikan 0,03 persen, dari 218.900 jiwa atau 6,03 persen pada Maret 2018, naik menjadi 222.390 jiwa atau 6,06 persen penduduk miskin pada September 2018.
"Ini berarti jumlah penduduk miskin secara absolute naik sebanyak 3.490 orang atau secara persentase naik sebesar 0,03 persen," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim Atqo Mardiyanto di Samarinda, Selasa.
Menurut dia, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan, sedangkan di kawasan pedesaan mengalami penurunan baik secara absolut maupun secara persentase.
Selama periode Maret 2018 hingga September 2018, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 7.890 orang atau secara persentase naik 0,22 persen, yakni dari 100.450 orang pada Maret 2018 menjadi 108.340 orang pada September 2018.
Sedangkan penduduk miskin di daerah perdesaan turun sebanyak 4.390 orang atau secara persentase turun sebesar 0,19 persen, yakni dari 118.440 orang pada Maret 2018 menjadi 114.050 orang pada September 2018.
Namun demikian, lanjutnya, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan masih lebih besar ketimbang di daerah perkotaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan pada September 2018 dan Maret 2018 masing-masing sebesar 9,65 persen dan 9,84 persen.
“Sedangkan di daerah perkotaan sebesar 4,36 persen pada September 2018 dan sebesar 4,14 persen pada Maret 2018,” tuturnya.
Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah angka GK.
Selama Maret 2018 hingga September 2018 GK naik sebesar 4,09 persen, yakni dari Rp574.704 per kapita per bulan pada Maret 2018, menjadi Rp598.200 per kapita per bulan pada September 2018.
Memperhatikan komponen GK yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM), katanya, terlihat peranan komoditi makanan lebih besar ketimbang nonmakanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan, sehingga pada September 2018 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 70,13 persen.
GK di perkotaan lebih besar dibandingkan di daerah perdesaan, yakni pada September 2018 GK di perkotaan sebesar Rp601.619, sedangkan di perdesaan sebesar Rp589.588.
“Hal ini menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup di daerah perkotaan jauh lebih mahal dibandingkan dengan kebutuhan hidup di daerah perdesaan,” ucap Atqo.