Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kelangkaan gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah disebabkan rentang harga yang sangat jauh antara elpiji tiga kilogram dengan 12 kilogram.
"Karena rentang harga seperti itu, banyak pengguna gas elpiji 12 kilogram yang berpindah menjadi pengguna gas elpiji tiga kilogram. Selain jauh lebih murah, gas elpiji tiga kilogram juga dianggap lebih praktis dan mudah dibawa," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Selain rentang harga yang sangat jauh, terdapat penyimpangan penyaluran gas elpiji tiga kilogram yang disubsidi. Sebagai barang disubsidi, semula pola penyaluran gas elpiji tiga kilogram bersifat tertutup.
Artinya, hanya konsumen yang berhak saja yang boleh membeli gas elpiji tiga kilogram. Namun, saat ini penyaluran bersifat terbuka atau bebas sehingga siapa pun bisa membeli.
"Ada inkonsistensi pola distribusi yang dilakukan pemerintah," ujarnya.
Karena alasan itu, Tulus menyebut konsumen kaya pun tidak malu-malu menggunakan gas elpiji tiga kilogram. Terjadi perpindahan dari pengguna elpiji 12 kilogram menjadi elpiji tiga kilogram.
"Tidak kurang dari 20 persen pengguna gas elpiji 12 kilogram berpindah ke tiga kilogram karena harga 12 kilogram dianggap sangat mahal sementara tiga kilogram sangat murah karena disubsidi," tuturnya.
Menurut Tulus, kelangkaan gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen. Banyak konsumen rumah tangga menjerit karena harus mengantri cukup lama bahkan tidak mendapatkan gas elpiji.
"Konsumen harus membeli dengan harga yang melambung," katanya.
Tulus menilai pernyataan PT Pertamina bahwa kelangkaan itu dipicu permintaan yang meningkat menjelang natal dan tahun baru sebagai hal yang tidak masuk akal. (*)