Samarinda (ANTARA Kaltim) - Perdagangan aksesoris berbahan dasar karapas penyu sisik ternyata masih marak terjadi di sejumlah kawasan yang ada di Kota Berau, Kalimantan Timur, meskipun sosialisasi dan upaya penertiban oleh aparat sudah dilakukan berulang-ulang sejak tahun 2015.
Koordinator Profauna Borneo Bayu Sandi dihubungi dari Samarinda, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya telah menelusuri sejumlah tempat yang memperjual belikan aksesoris dari binatang langka tersebut.
Ia membeberkan sejumlah tempat tersebut diantaranya Pasar Sanggam Adjidilayas dan pasar malam (Abut Banua Fest 2017) di area tidak jauh dari Gelanggang Olah Raga (GOR) Berau.
"Di Pasar Sanggam Adjidilayas itu ditemukan setidaknya ada 300 buah gelang sisik, 50 buah mata kalung dan sekurangnya 500 buah cincin yang kesemuanya dijual secara terang-terangan di atas etalase," katanya
Sementara di GOR Berau tercatat ada 150 buah gelang yang mengandung penyu sisik
"Perdagangan aksesoris penyu sisik di Berau ini timbul tenggelam, walaupun petugas giat melakukan razia, perdagangan tidak pernah benar-benar berhenti," katnya.
Menurut Bayu, pihaknya melalui PROFAUNA Borneo telah melayangkan surat laporan resmi kepada Kepolisian Resor Berau terkait isu ini.
Ia berharap, pihak kepolisian dapat menindak tegas para pedagang aksesoris sisik di Berau, lebih baik lagi jika dapat menelusuri mata rantai pengiriman bahan bakunya hingga ke pemburu.
Sementara itu, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo mengaku geram dengan masih maraknya perdagangan ini.
"Prinsip saya jelas, tidak boleh ada perdagangan bagian penyu apapun," tegas Agus Tamtomo.
Bayu mengatakan, sosialisasi dan upaya penertiban oleh aparat kepada pedagang aksesoris sisik sudah dilakukan berulang-ulang namun tidak ada tanda-tanda pengurangan kegiatan,
"Jadi jalan keluarnya ya harus ada proses hukum hingga level pengadilan," katanya.
Ia menilai, maraknya perdagangan barang terlarang ini didorong tingginya permintaan masyarakat, terutama turis lokal dari luar Kabupaten Berau.
Ada stigma yang kuat bahwa cindera mata atau oleh-oleh utama dari Kabupaten Berau itu adalah aksesoris berbahan dasar karapas penyu sisik.
Selain itu, lanjut dia, memakai aksesoris sisik dianggap membanggakan karena tidak mudah mendapatkan barang ini.
Bahkan, sebagian masyarakat percaya bahwa aksesoris cicik berkhasiat menangkal racun, bahkan menghindarkan rumah dari bahaya api. Tentunya hal-hal tersebut tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu yang paling terancam punah di Indonesia.
Di Berau sendiri, selain terancam punah akibat diburu untuk diambil karapasnya untuk dijadikan aksesoris, aktifitas bom ikan juga berpotensi membunuh penyu yang hobi maka spons di terumbu karang ini.
Padahal penyu sisik digadang-gadang sebagai insinyur terumbu karang, karena aktifitas makannya itu dapat membantu kelestarian terumbu karang.
Ia menegaskan bahwa, semua jenis penyu adalah satwa liar yang telah dilindungi undang-undang. Menurut UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayatinya, pelaku perdagangan bagian-bagian tubuh satwa dilindungi seperti penyu itu bisa diancam dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. (*)
Perdagangan Aksesoris Penyu masih Marak di Berau
Kamis, 12 Oktober 2017 16:01 WIB