Samarinda (ANTARA Kaltim) - Prajurit penjaga kawasan perbatasan yang tergabung dalam Satuan Tugas
Pengamanan Perbatasan RI-Malaysia Yonif 611/Awang Long, dalam sepekan
terakhir berhasil mengamankan empat pucuk senjata api rakitan jenis
penabur.
Sebanyak empat pucuk senjata api rakitan itu semuanya diserahkan oleh warga perbatasan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Rinciannya adalah satu pucuk senjata diserahkan oleh warga melalui Pos Simanggaris pada Senin (10/7), satu pucuk melalui Pos Tembalang pada Selasa (11/7), satu pucuk melalui Pos Simanggaris pada Kamis (13/7), dan melalui Pos Salang-Pos Sungai Agison pada Jumat (14/7).
Dengan tambahan 4 pucuk senjata api tersebut, maka sejak Januari sampai Juli 2017, selama penugasan, Satgas Pamtas Yonif 611/Awl di Kabupaten Nunukan, telah mengamankan 37 pucuk senjata api rakitan jenis penabur dan 2 butir amunisi penabur.
"Semua senpi tersebut didapat oleh anggota berkat pendekatan TNI dengan warga setempat, baik melalui pemahaman tentang bahaya senpi, aturan yang melarang memiliki senpi, melalui kerja bakti dengan warga, maupun kegiatan sosial lain," ucap Sigit.
Ia mengatakan prajurit di perbatasan selain menjaga keutuhan wilayah NKRI juga melakukan berbagai pendekatan dengan warga setempat melalui program Bina Teritorial (Binter) Terbatas, seperti karya bakti, pengobatan gratis, dan silaturahim.
Dia mengatakan senjata api yang dimiliki warga tersebut, kebanyakan digunakan untuk memberantas hama yang kerap merusak hasil kebun dan berburu binatang liar di hutan.
"Kendati tidak digunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum, namun kepemilikan senpi diatur oleh undang-undang dan tidak sembarang orang dapat menggunakan, makanya warga perlu mendapat pemahaman tentang sanksi hukum yang akan diterima jika memiliki senpi," katanya.
Sigit menuturkan biasanya setelah anggota mengetahui ada warga yang memiliki senjata api, kemudian prajurit melakukan pendekatan dengan memberi pemahaman tentang aturan kepemilikan senjata.
"Setelah anggota mengetahui ada warga yang memiliki senpi, kemudian mengunjungi warga tersebut untuk memberikan pemahaman, sekaligus berbincang mengenai masalah yang dihadapi warga. Dari sinilah warga paham tentang bahaya senpi dan aturan hukum sehingga mereka ikhlas menyerahkan," tutur Sigit. (*)