Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menyatakan menerima 141 laporan masyarakat terkait kasus ijazah palsu yang melibatkan kepala daerah, anggota DPRD dan aparatur sipil negara sepanjang tahun 2016.
"Pak Menteri sudah memerintahkan agar dilakukan rekapitulasi laporan masyarakat terkait ijazah palsu. Hasilnya selama setahun terakhir lebih dari 141 surat laporan yang kami terima," ujar Direktur Pembelajaran Kemristekdikti Paristiyanti Nurwardani dalam diskusi bertajuk "Dugaan Penggunaan Ijazah Palsu Kepala Daerah" yang diselenggarakan lembaga Pilkada Watch di Jakarta, Kamis.
Paristiyanti mengatakan dari 141 laporan yang masuk dan dilakukan verifikasi, sebanyak 90 persen di antaranya ternyata tidak terbukti menggunakan ijazah palsu.
"Sebanyak 90 persen di antaranya ternyata hanya pelaporan yang dilandasi situasi politik saja. Sedangkan 10 persen lainnya memang terbukti diduga palsu," ujar dia.
Menurut dia, Menristekdikti sangat tegas terkait kasus ijazah palsu ini. Menristekdikti telah menginstruksikan pemecatan terhadap seluruh aparatur sipil negara di lingkungan Kemristekdikti yang terlibat.
Direktur Eksekutif Pilkada Watch Wahyu Permana mengatakan praktik penggunaan ijazah palsu oleh kepala daerah dapat membuka peluang terjadinya kejahatan lain dalam birokrasi ketika pejabat bersangkutan terpilih.
Berdasarkan pemantauan Pilkada Watch, kasus ijazah palsu yang masih dalam proses penyelidikan saat ini terjadi di Bengkalis, Riau.
Menurut Wahyu, Bupati Bengkalis Amril Mukminin dilaporkan kelompok masyarakat atas dugaan penggunaan ijazah palsu.
"Menurut kelompok masyarakat di sana, Bupati Bengkalis Amril Mukminin diduga menggunakan ijazah palsu berupa ijazah SMA dan ijazah S1. Saat ini kasusnya sedang ditangani Kemristekdikti dan Polda Riau," ujar dia.
Dia menilai kasus ijazah palsu bukan semata-mata persoalan administrasi, tetapi tentang komitmen mencari sosok pemimpin yang memiliki kualitas dan bermoral. (*)