Surabaya (ANTARA News) - Ketua Paguyuban Mitra Pelinting Sigaret
Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi mengatakan kenaikan harga rokok yang
wajar adalah berkisar 6 persen atau seperti saat ini, karena akan
sejajar dengan kenaikan tarif cukai yang berada pada angka yang sama.
Djoko, dalam keterangan persnya di Surabaya, Minggu menawarkan
solusi kepada pemerintah sebaiknya menaikkan cukai khusus sigaret kretek
mesin (SKM) berfilter, apabila tujuannya menahan laju pertumbuhan
perokok baru di kalangan anak muda.
Karena menurut Djoko, konsumen baru cenderung memilih rokok SKM
berfilter yang dianggap lebih modern, dan berbeda dengan dengan sigaret
kretek tangan (SKT) yang konsumennya cenderung berusia dewasa.
Terkait usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus,
yang dikeluarkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Djoko menganggap
hal itu akan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
"Hasil studi yang dikeluarkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Hasbullah Thabrany itu adalah hasil studi yang tidak berdasar dan tidak
ilmiah," katanya.
Ia mengatakan apabila harga rokok dinaikkan menjadi Rp50 ribu per
bungkus, akan terjadi adalah rokok tidak akan terbeli, dan target cukai
negara dipastikan anjlok.
"Belum lagi kemungkinan marak beredarnya rokok tanpa cukai atau ilegal karena mahalnya harga rokok," katanya.
Masalah lain yang timbul adalah dari kalangan industri hasil
tembakau (IHT) dan petani tembakau Indonesia, yang akan merasionalisasi
tenaga kerja serta menyetop pembelian tembakau, sehingga berakibat pada
menurunnya pendapatan para petani tembakau, yang dikarenakan rokok
sudah tidak terbeli.
"Dampak reduksi IHT akan menimbulkan PHK besar-besaran. Terutama
dari kalangan tenaga kerja industri rokok yang jumlahnya secara nasional
saat ini mencapai sekitar 1,5 juta tenaga kerja," katanya.
Ia mengatakan pekerja pelinting sigaret yang tersebar di 38
koperasi mitra pelinting di wilayah Jatim, Jateng, Jabar dan DIY juga
akan merasa resah, karena pekerjaannya akan terancam jika harga rokok
dinaikkan Rp50 ribu per bungkus.
"Ini kan sama saja dengan tindak terorisme, karena membuat orang
resah disaat situasi tenang. Saya bisa tuntut itu," ucap Djoko.
Sebelumnya Gubernur Jawa Timur Soekarwo di Surabaya mengaku usulan
kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu demi memenuhi target pendapatan
pajak dianggap sebagai kebijakan yang terburu-buru.
Soekarwo mengatakan jika alasan menaikkan harga rokok tersebut
untuk mencegah anak agar tidak merokok, sangat tidak efektif, sebab saat
ini terdapat sekitar 6,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari
rokok.
Hal ini termasuk juga pendapatan daerah dari cukai rokok yang
sudah cukup tinggi, seperti Provinsi Jawa Timur yang mendapatkan
sumbangan dari cukai rokok hingga Rp2,2 triliun, yang kemudian dibagi
sebesar 30 persen untuk pemerintah provinsi dan sisanya untuk 38
kabupaten/kota di Jawa Timur. (*)
MPSI: Kenaikan Wajar Harga Rokok 6 Persen
Senin, 22 Agustus 2016 10:08 WIB