Jakarta (ANTARA Kaltim) - Dalam rangka menyempurnaan isi dari draf tata beracara dan kode etik DPRD Provinsi Kaltim, Badan Kehormatan DPRD Kaltim melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
Dalam kunker Rabu (16/12) tersebut, BK dipimpin langsung oleh ketuanya Ali Hamdi didampingi dua anggota Suterisno Thoha dan Veridiana Huraq Wang. Kedatangan BK disambut tiga Tenaga Ahli (TA) MKD yakni Yusuf, Windhi Notilika dan Agus Yulianto, di Ruang MKD Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.
"Tujuan kami kesini ingin mempelajari lebih mendalam terkait tata beracara dan kode etik MKD untuk menyempurnakan isi draf dari tata beracara dan kode etik DPRD Kaltim" ucap Ali Hamdi.
Politikus PKS ini menilai kunker ke MKD oleh alat kelengkapan dewan yang dipimpinnya tersebut penting. Sebab saat ini BK sedang bekerja keras agar tata beracara dan kode etik yang masih dalam proses pembahasan ini cepat disahkan dalam paripurna DPRD Kaltim.
Pasalnya kode etik dibutuhkan sebagai perangkat aturan yang mengatur kelembagaan DPRD Kaltim. Selain itu juga mengatur anggota DPRD baik secara yuridis maupun secara etik.
"Kode etik merupakan hakim bagi perilaku anggota DPRD. Itu artinya kode etik adalah produk dari DPRD yang sangat penting untuk melindungi anggota DPRD itu sendiri dari kesalahan. Serta menjaga kedisiplinan. Untuk itu kami menargetkan awal tahun 2016 tata beracara dan kode etik DPRD Kaltim sudah rampung," ucapnya.
Dalam kesempatan itu dijelaskan TA MKD, Yusuf, ada beberapa butir-butir kode etik dan tata tertib MKD yang menjadi norma-norma yang wajib dipatuhi anggota DPR demi menjaga citra dan kehormatan DPR.
Di antaranya, pertama anggota DPR diharuskan hadir dalam setiap rapat yang menjadi kewajibannya. Kedua anggota yang tidak menghadiri setiap rapat harus disertai keterangan yang sah dari pimpinan fraksi.
Ketiga anggota DPR dilarang membawa senjata api serta benda berbahaya lainnya dalam rapat di dalam maupun di luar gedung DPR yang dapat membahayakan keselamatan jiwa dan lingkungannya. Keempat anggota dilarang mengutus tenaga ahli, staf administrasi anggota atau pegawai Sekretariat Jenderal DPR untuk mewakili rapat atau pertemuan yang menjadi fungsi, tugas dan wewenangnya.
"Sementara itu terkait sanksi terdiri dari tiga kategori sanksi, yakni ringan (teguran lisan atau teguran tertulis), sedang (pemindahan anggota pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR/alat kelengkapan) dan berat (pemberhentian sementara atau pemberhentian sebagai anggota)," jelasnya.
Terkait tugas dan fungsi BK maupun MKD diuraikan Yusuh bahwa selain menegakkan kedisiplinan anggota DPR, MKD juga memiliki tugas menjaga kehormatan anggota DPR. Selain itu mencegah terjadinya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan anggota DPR.
"Jadi MKD atau BK itu tidak hanya mengurus tentang masalah-masalah anggota dewan. Tapi juga harus dapat menjadi pencegah bagi anggota-anggota untuk melakukan kesalahan," ucapnya.
Sementara itu terkait sanksi yang diberikan oleh MKD/BK kepada anggota DPR, Suterisno Thoha menanyakan apakah kekuatan dari keputusan tersebut?
"Semua keputusan yang dikeluarkan MKD/BK final dan mengikat. Pimpinan pun tidak memiliki hal menolak hasil keputusan tersebut. Pimpinan hanya boleh memberi masukan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Veridiana juga menanyakan bagaimana mekanisme penggantian anggota BK. Karena di tata tertib DPRD Kaltim penggantian anggota di alat kelengkapan dewan berganti tiap 2,5 tahun.
"Di MKD tidak ada aturan yang mengatur terkait penggantian anggota di alat kelengkapan dewan. Sehingga kapan saja anggota dewan yang duduk di alat kelengkapan dewan bisa diganti dan fraksi berhak mengganti tanpa menghitung masa kerja anggota yang bersangkutan di alat kelengkapan," jelas.
Sekadar diketahui, saat ini BK DPRD Kaltim sedang menyusun draf tata beracara dan kode etik DPRD Kaltim menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang ada. Khususnya Pasal 89 PP No16/2010 junto Pasal 48 ayat (2) Permendagri No 1/2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. (Humas DPRD Kaltim/adv)