Samarinda (ANTARA) - Di SDN 015 Marangkayu, semangat berbagi praktik baik antar-guru menjadi salah satu kunci dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna. Melalui showcase, para guru membagikan pengalaman dalam menggunakan alat peraga yang mereka buat sendiri.
Tujuannya sederhana namun berdampak besar, membantu guru dan siswa memvisualisasikan konsep numerasi atau matematika yang sering kali abstrak agar menjadi lebih konkret dan mudah dipahami.
Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana untuk menghidupkan kembali permainan tradisional yang kini nyaris ditinggalkan anak-anak, padahal permainan tersebut sarat akan nilai-nilai numerasi dan pembelajaran kontekstual.
Inisiatif ini berawal dari hasil asesmen yang dilakukan di sekolah. Berdasarkan data Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), rapor mutu sekolah, serta asesmen awal yang dilakukan oleh para guru, diketahui bahwa kemampuan numerasi siswa masih tergolong rendah.
Dari hasil tersebut, para guru bertekad melakukan inovasi meningkatkan kompetensi numerasi peserta didik. Salah satu upaya yang dipilih adalah menciptakan alat peraga pembelajaran yang sederhana namun efektif dalam membantu siswa memahami konsep-konsep numerasi yang selama ini terasa sulit.
Proses pembuatan alat peraga ini melibatkan banyak pihak, mulai dari guru, siswa, hingga beberapa orang tua murid, khususnya di kelas awal. Orang tua turut berpartisipasi saat menunggu anak-anak pulang sekolah, memberikan dukungan dan membantu secara sukarela.
Kolaborasi ini menjadikan kegiatan semakin hidup dan mempererat hubungan antara sekolah dan masyarakat sekitar. Perjalanan menciptakan alat peraga tersebut tidak berlangsung singkat.
Guru-guru SDN 015 Marangkayu mendapatkan bimbingan fasilitator daerah dari Tanoto Foundation, Nanang Nuryanto, melalui beberapa kali pelatihan luring.
Dalam pelatihan itu, para guru diperkenalkan pada berbagai contoh alat peraga sederhana yang ternyata mampu membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
Dari pengalaman itulah muncul inspirasi untuk membuat alat peraga sendiri dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar lingkungan sekolah. Pembuatan dilakukan di sela-sela waktu mengajar, bahkan sering kali setelah siswa pulang sekolah.

Beragam alat peraga telah dihasilkan, namun beberapa di antaranya terbukti paling menarik perhatian siswa, seperti permainan bola bekel, ular tangga, serta domino perkalian dan penjumlahan.
“Tentu saja, dalam prosesnya terdapat tantangan yang harus dihadapi. Keterbatasan waktu menjadi salah satu kendala utama, karena guru perlu meluangkan waktu khusus untuk mengeksekusi ide permainan tradisional dan menyesuaikannya dengan konsep numerasi yang diinginkan.” ungkap Ratna, Kepala Sekolah SDN 015 Marangkayu.
Dampak positif dari inisiatif ini mulai terlihat. Dalam kegiatan showcase yang digelar baru-baru ini, beberapa sekolah lain menyampaikan ketertarikannya untuk mereplikasi atau mendiseminasikan kegiatan serupa.
“Semangat berbagi praktik baik ini diharapkan dapat menular ke sekolah-sekolah lain di wilayah Santan dan Marangkayu, sehingga lebih banyak guru dan siswa yang merasakan manfaatnya," ujar Ratna menambahkan.
Para guru SDN 015 Marangkayu yakin bahwa jika program ini dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan, peningkatan kemampuan numerasi siswa akan semakin nyata.
Lebih dari itu, upaya ini juga menjadi bentuk nyata bahwa pembelajaran bisa tetap menyenangkan, bermakna, dan dekat dengan budaya lokal. Sebuah langkah kecil yang membawa dampak besar bagi masa depan pendidikan di daerah mereka.
