Balikpapan (ANTARA) - Setelah tiga tahun berlalu, wabah COVID-19 kini bisa diceritakan sebagai pembawa berkah. Dalam kesempatan terpisah dua pengusaha Balikpapan pun menuturkan kisah mereka dengan senyum dan tawa selain prihatin dan mata berkaca-kaca.
Di Jalan Telaga Mas di Batakan, Balikpapan Selatan, tidak ada yang kenal Amiruddin. Kalau sekali ditanya, warga lain di situ bisa secara spontan menggeleng atau berkata, “tidak tahu.”
“Carinya “Daeng Amir”, atau “Haji Amir”,” kata Amiruddin, 55. Sudah jelas, Daeng Amir orang Bugis dan perantauan dari Sulawesi Selatan.
Rumah Daeng Amir sudah agak naik ke perbukitan, mengikuti jalan aspal yang terus menanjak ke arah perumahan Daksa dan kawasan Sepinggan Baru. Sekarang tambah mudah ketemunya sebab di depan rumah permanen berwarna kuning itu ada spanduk kecil bertuliskan “Istana Madu Balikpapan”.
Orang cari Daeng Amir apalagi kalau bukan urusan madu, madu lebah asli murni. Menurut Daeng, semua madu yang ada di pasaran adalah madu asli. Tapi apakah murni?
“Nah itulah kenapa dulu kami memulai usaha ini,” ujarnya. Saat COVID-19 berkecamuk dan belum ditemukan obatnya, semua dokter memberi saran sama: tingkatkan imunitas tubuh dengan makan-minum bergizi, cukup istirahat, hindari kerumunan, pakai masker.
Madu termasuk minuman yang dianjurkan sebab khasiatnya yang sangat baik untuk daya tahan tubuh terhadap penyakit. Madu juga membantu memulihkan stamina yang loyo atau kurang bersemangat.
“Saat itu, awal tahun 2020, saya masih distributor madu yang diproduksi di luar Kaltim. Karena COVID-19, permintaan melonjak luar biasa. Pernah sekali pengiriman saja ke RSKD sampai Rp20 juta,” tutur Daeng. Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo adalah rumah sakit Pemprov Kaltim dan saat itu jadi rumah sakit rujukan khusus COVID-19.
Namun saat itu pula, dengan alasan untuk memastikan khasiatnya, ada saja pembeli yang bertanya, apakah madu yang dijualnya asli atau tidak, dicampur larutan gula pasir atau tidak. Apalagi madunya akan digunakan untuk pasien COVID yang sedang menjalani isolasi.
“Saya tidak bisa menjawab pasti karena tidak melihat atau menyaksikan sendiri proses madu dipanen, dikemas, hingga awal pengiriman. Saya tahunya terima di Balikpapan,” kata Daeng lagi. Dan sampai satu titik dalam ganasnya wabah COVID-19 di 2020, Haji Amiruddin pun memutuskan untuk membuat peternakan lebah sendiri. Dengan modal Rp100 juta, ia mendatangkan 70 kotak sarang berikut koloni lebah Apis mellifera dan menaruhnya di lahan seluas setengah hektar di kawasan Gunung Binjai, di dekat perbatasan Balikpapan-Samboja, Kutai Kartanegara di timur laut Kota Minjak, sekira 40 km dari pusat kota di Klandasan.
Lahan itu milik tantenya, dan berbatasan dengan kebun-kebun karet warga, hutan akasia, dan pohon-pohon kapuk randu yang tinggi menjulang berbilang-bilang. Banyak pula ditemui pohon rambutan dan kelengkeng. Bunga dari pohon-pohon ini adalah tempat lebah-lebahnya mencari makan, mengumpulkan nektar dari setiap bunga yang bermekaran, sekaligus juga membantu penyerbukan. Daeng Amir dan istrinya, Elaine Adelaide Langelo alias Inez, menambahkan dengan menanam bunga-bunga matahari.
“Satu kotak atau satu sarang berisi delapan sisir, di mana lebah-lebah membaginya menjadi tempat madu, tempat royal jelly, tempat larva atau anak-anak lebah,” papar Daeng Amir. Satu sarang dapat dipanen madunya setelah lima minggu alias sebulan lebih tiga hari, atau sebulan lebih seminggu. Peternak memanen dengan alat khusus sehingga sarang tidak rusak dan dapat dipakai lebah kembali.
“Saat ini kami dapat tak kurang dari 300 kg madu setiap kali panen,” ungkap Inez yang setelah COVID-19 berakhir menggantikan Daeng Amir mengurusi peternakan lebah itu.
Dari hasil panen itu, sebanyak 200 kg langsung diambil ke Gunung Binjai oleh reseller atau mereka yang akan menjual kembali. 100 kg sisanya dibawa pulang dan dikemas sendiri di rumah di Jalan Telaga Mas.
Di tangan Inez, bisnis madu pun bertambah maju seiring ilmu bisnisnya yang kian bertambah. Sambil mengurus keluarga dan peternakan, Inez menyempatkan diri mengikuti berbagai program peningkatan kapasitas dari berbagai lembaga, baik dari Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina, atau pun dari perbankan swasta seperti CIMB Niaga.
“Pekan lalu di Bank Indonesia ada pelatihan buat menjadi eksportir, dari CIMB Niaga ada Community Link yang membantu kami dalam hal pelatihan bisnis, pendampingan usaha, dan pembiayaan tanpa bunga,” sebut Inez.
Pelatihan bisnis yang dilatihkan antara lain perencanaan dan arah usaha. Seperti bila bergerak di bidang makanan minuman macam yang dilakoni Inez dan suaminya, apa saja yang mesti dilakukan selain memproduksi barang. Maka selesai dari pelatihan-pelatihan itu, sudah berderet menunggu untuk dikerjakan oleh Daeng Amir dan Inez. Mulai perizinan atau legalitas seperti Nomor Induk Berusaha, hingga sertifikat produksi pangan industri rumah tangga dari Dinas Kesehatan, yang adalah izin resmi yang dibutuhkan untuk menjual produk makanan atau minuman secara legal.
Untuk mendapatkannya, Inez harus mengikuti penyuluhan keamanan pangan, menyiapkan label produk, dan memastikan proses pengemasan dilakukan secara higienis. Ada petugas dari Dinas Kesehatan yang datang untuk melihat proses dan memastikan syarat dipenuhi dan aturan ditaati.
Bagi Inez, legalitas bukan sekadar syarat administratif. “Kalau mau naik kelas, ya harus siap dari sekarang. Apalagi kalau nanti mau ekspor, semua harus rapi dari awal,” ujarnya.
Saat ini sampel madu dari peternakan di Gunung Binjai itu sedang dibawa calon pengimpor ke Nigeria, Malaysia, dan Amerika Serikat. Inez dan suaminya pun optimis madu yang mereka kemas di rumah itu akan turut dinikmati orang-orang di negeri jauh itu.
“Saat memulai dulu, saya tak pernah berpikir sejauh itu,” kata Daeng Amir semringah.
***
Orang-orang kreatif sering menemukan ide dan energi mereka mengalir deras saat malam sudah larut dan orang lain istirahat. Tidak mengherankan dari rumah di Karang Rejo, Balikpapan Tengah itu biasa terdengar derak mesin jahit hingga lewat tengah malam atau dini hari.
“Selain ya sering order datangnya menit terakhir. Mau tidak mau begadanglah menyelesaikannya,” kata Lily Handayani, parobaya penggagas dan pemilik usaha sulam-jahit dengan bahan daur ulang Safina Quilt.
Di siang hari Lily dibantu teman-temannya yang kebetulan juga sama pakai kruk atau tongkat bantu jalan seperti dirinya. Saat rombongan Kepala Cabang Area VII Kalimantan CIMB Niaga CIMB Niaga Heny Susetyorini datang berkunjung, Lily dan teman-temannya tengah sibuk mengerjakan pesanan sulaman.
Kepada Heny, Lily bercerita tentang kebiasaannya sebagai anak-anak yang tumbuh di tahun 1990an. Anak-anak masa itu gemar bermain di luar ruangan, keluyuran ke sana kemarin, bermain apa saja dan mengerjakan apa saja.
“Kadang-kadang saya ketemu boneka yang sudah dibuang, apakah karena mau putus dari badannya, atau tinggal kepalanya. Sebagai anak-anak ya kita sayang kan,” tutur Lily, yang ternyata juga guru musik dan mengajar cara bermain biola.
Boneka itu lalu diambil dan dibawa pulang. Dicuci, lalu kepala yang mau putus dari badannya dijahit kuat kembali. Juga dibuatkan baju baru dari kain-kain perca. Boneka itu pun seperti mendapatkan hidupnya kembali.
Maka itulah mulanya sampai dianggap resmi dimulai pada 2012. Lily membantu keuangan keluarga dengan membuat berbagai barang dari kain-kain sisa untuk kemudian dijual. Terciptlah tas lipat, dompet, sarung bantal, sarung remote, berbagai macam kantong (pouch), sarung galon air dispenser, macam-macam.
Pembeli awal ya teman-teman, tetangga kiri kanan, atas bawah (di Balikpapan yang berbukit-bukit jalan naik-turun, sehingga orang selain punya tetangga kiri kanan, juga punya tetangga atas bawah—yang juga lazim sekarang di rumah susun atau apartemen).
Hampir setiap barang dimulai dari “dibuat hanya untuk dipakai sendiri”. “Tapi orang-orang lihat dan suka, lalu minta dijahitkan juga,” kata Lily semringah.
Perlahan, Safina Quilt mulai dikenal dan menjadi rujukan bila mengingatkan pernik-pernik unik dari kain dan semacamnya. Termasuk juga teknik ecoprint atau teknik cetak ramah lingkungan di mana Lily menggunakan dan dan bunga untuk mencetak motif alami di atas kain.
“Karena hakikat bisnis Safina Quilt yang sejak awal memanfaatkan barang-barang yang sudah dianggap sampah, kami secara alami menjadi bagian dari kampanye untuk menjaga alam dan lingkungan hidup,” ujar Lily.
Tahun 2019 akhir, wabah COVID-19 melanda, Lily dan kawan-kawan disabiltasnya mendapat pesanan membuat ribuan masker kain. Masker adalah satu alat untuk mengurangi risiko orang tertular virus COVID sehingga wajib dipakai setiap orang yang keluar rumah ketika itu. Bahkan pada Maret dan April 2020, ada denda Rp200 ribu bagi orang yang kedapatan Satpol PP tidak mengenakan masker saat berada di tempat umum.
“Waktu itu banyak orang cari masker kain karena masker medis langka. Pun bila ada harganya luar biasa mahal untuk ukuran masker. Kami buat yang pakai lapisan, ada motif juga, sekalian edukasi bahwa limbah pun bisa berguna,” ujar Lily.
Karena itu, saat orang lain banyak kehilangan pekerjaan sebab lockdown atau berbagai pembatasan untuk mencegah penyebaran COVID-19, Lily malah kebanjiran order bikin masker.
Perlahan wabah teratasi dan pesanan masker tidak ada lagi. Lily kembali ke produksi berbagai barang dekorasi rumah dan juga kembali mengajar musik. Setiap minggu, Lily tetap membuka ruang kerja bersama di rumahnya. Ada yang belajar menjahit, ada yang membantu pengemasan, ada juga yang baru mulai mengenal alat dan bahan. Semua dilakukan dengan tempo santai, sesuai kemampuan masing-masing.
“Kami tidak kejar target besar. Tapi yang penting ada gerak, ada kemajuan. Buat yang baru bergabung, yang penting ada keberanian untuk memulai,” kata Lily.
Bukan kebetulan bahwa aktivitas quilting, punya banyak kesamaan dengan merajut (knitting). Quilting, yaitu menjahit, menyatukan beberapa lapisan kain dengan jahitan dekoratif, selain dengan tangan juga dengan mesin jahit, adalah satu bentuk kegiatan terapi untuk mengelola stress, kecemasan, dan rasa kehilangan.
Dengan begitu, ketika ada order besar dan mendadak lagi, tidak ada yang kaget. Order diterima dan tugas diatur. Pernah mereka harus memproduksi ratusan pouch suvenir dalam waktu tiga hari. Lily dan teman-temannya pun bergantian bekerja hingga dini hari, bergantian menjahit, menyeterika, memotong bahan. Suara derak mesin jahit terdengar hampir tanpa henti.
Malam-malam sibuk seperti itu, kata Lily, bukan pengorbanan, melainkan pengingat bahwa kerja kecil pun bisa punya dampak besar.

Sebab itu pada 2022, Safina Quilt, yang ternyata singkatan dari inisial nama anak-anaknya, terdaftar sebagai peserta musim pertama Program Community Link #JadiBerkelanjutan yang diselenggarakan oleh CIMB Niaga bersama organisasi BerdayaBareng. Dalam program ini, Lily mendapat pelatihan usaha dan literasi keuangan, pendampingan dari fasilitator, serta akses pembiayaan tanpa bunga.
“Pendampingannya intensif dan sangat membantu. Kami belajar bukan hanya soal usaha, tapi juga strategi digital, pemasaran, dan distribusi,” ujarnya. Lewat program tersebut, Lily mulai memperkuat pencatatan keuangan usaha dan merancang produknya berdasarkan target pasar.
Yang membedakan Safina Quilt dari banyak UMKM sejenis adalah fokus pada daur ulang sebagai prinsip usaha. Tidak ada pembelian kain baru dalam proses produksi. Lily mengumpulkan limbah dari tukang jahit, komunitas, dan pembeli yang menyumbangkan pakaian lama mereka untuk diproses ulang.
Ia juga melibatkan mitra pemulung dan pengepul lokal, agar proses daur ulang menjadi bagian dari sirkuit ekonomi yang melibatkan lebih banyak pihak. “Kalau kita bisa beri nilai tambah pada limbah, maka semua orang yang terlibat juga dapat manfaatnya,” katanya.
Produk-produk seperti pouch dari ecoprint, tas lipat plastik, dan suvenir berbahan limbah sekarang tersedia di toko oleh-oleh di pusat kota, acara komunitas, sampai toko oleh-oleh di Bandara Sepinggan.
Dan, nama “Safina” ternyata bukan hanya berasal dari gabungan nama anak-anak Lily. Kata itu juga berarti “kapal” dalam bahasa Arab. Bagi Lily Handayani, usaha ini adalah kapal yang membawa dirinya dan teman-teman difabelnya menjawab tantangan ekonomi, mengatasi hambatan sosial dan menyembuhkan secara psikologis. ***
