Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LHPB) Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Onesimus Patiung mengatakan penggunaan plastik sekali pakai dilarang di Kota Nusantara.
"Masyarakat di kawasan Kota Nusantara diimbau untuk mengubah kebiasaan dengan mengurangi sampah plastik," katanya di Penajam, Jumat.
"Masyarakat di kawasan Kota Nusantara diimbau untuk mengubah kebiasaan dengan mengurangi sampah plastik," katanya di Penajam, Jumat.
Ia menegaskan penggunaan sampah plastik sekali pakai tidak dibolehkan lagi di Kota Nusantara yang merupakan ibu kota baru dan peradaban baru yang dibangun di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur itu.
Ia mengatakan OIKN menyediakan tempat pembuangan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R) dan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di kawasan ibu kota negara baru Indonesia itu.
OIKN menyiapkan TPST dengan kapasitas 70 ton per hari, yang diyakini cukup untuk melayani sekitar kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) ibu kota negara.
OIKN menyiapkan TPST dengan kapasitas 70 ton per hari, yang diyakini cukup untuk melayani sekitar kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) ibu kota negara.
"Saat upacara 17 Agustus 2024 di Kota Nusantara nanti sampah sudah bisa tertangani dengan baik," ujarnya.
Menurut dia, TP3SR dan TPST bakal menjadi pusat pengolahan sampah yang dapat menekan sekitar 10 persen residu sampah yang dihasilkan di ibu kota negara baru Indonesia.
Penduduk di kawasan Kota Nusantara saat ini diperkirakan sekitar 250.000 jiwa, mulai dari Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara hingga Kecamatan Muara Jawa di Kabupaten Kutai Kartanegara. Jika rata-rata penduduk menghasilkan sampah satu kilogram sampah per hari, maka akan ada sekitar 250 ton sampah yang dihasilkan.
Di KIPP ibu kota negara sendiri akan ada sekitar 16.000 orang, sehingga sampah yang dihasilkan dapat mencapai 16 ton per hari, di mana 40 sampai 55 persen sampah organik dan mayoritas adalah sisa makanan.
Di TPST terdapat teknologi pemilihan dan pengujian sampah yang diproses sampai dapat didaur ulang, kemudian selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pembakaran sampah (incenerator) yang terakreditasi ramah lingkungan tidak menimbulkan bau dan polusi, demikian Onesimus Patiung.