Jakarta (ANTARA) - Peneliti karbon Carbonethics Ahmad Hidayat mengatakan belum semua capres-cawapres memperlihatkan dukungan terhadap perdagangan karbon, padahal Indonesia sudah memulai perdagangannya.
Presiden Joko Widodo telah membuka bursa karbon pada September 2023 dan bursa karbon merupakan kontribusi Indonesia dalam perjuangan melawan krisis iklim.
Sementara, tiga pasangan calon (paslon) presiden dan calon wakil presiden memang memasukkan perdagangan karbon dalam visi dan misinya. Namun, lanjutnya, belum semua capres-cawapres itu memperlihatkan dukungannya terhadap perdagangan karbon.
"Dari tiga calon ini, sebenarnya yang paling mendukung untuk perdagangan karbon adalah Ganjar Pranowo. Karena, dari visi-misi dan orang-orang di belakang tim kampanyenya memang pro perdagangan karbon," kata Ahmad dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, untuk Prabowo, semua orang sepertinya sudah paham konsep nasionalismenya.
"Kadang konsepnya bertabrakan dengan konsep lain, belum pas untuk dunia usaha misalnya. Dan, sejauh ini yang agak di tengah dan belum terlalu jelas adalah Anies. Walaupun dalam analisa dokumen visi-misinya, kita akui itu paling komprehensif dan paling pro lingkungan dibandingkan capres yang lain," tambahnya.
Ahmad menjelaskan paslon Anies-Muhaimin berupaya menyeimbangkan kolaborasi pemerintah dan masyarakat.
Sementara, paslon Prabowo-Gibran berkonsentrasi pada mitigasi dan pencegahan kerusakan lingkungan melalui pendekatan nasionalis dan Ganjar-Mahfud menekankan mekanisme pasar dalam pengelolaan iklim.
Menurut Ahmad, di semua kubu capres ada aktor-aktor yang punya kepentingan. Tapi, yang paling kentara adalah kubu Ganjar dan Prabowo.
"Ini dilihat dari visi-misi dan latar belakang orang-orang di belakang tim kampanye kedua pasangan calon ini yang pro perdagangan karbon, yang mana perdagangan karbon dilihat sebagai alternatif untuk penyelesaian masalah iklim, seperti pengurangan emisi," ujarnya.
Namun, lanjutnya, sejauh mana mereka memvisikan perdagangan karbon itu, belum terlihat.
"Dan, memang biasanya dokumen visi-misi itu tidak akan sampai detail secara teknis. Tapi, ide besarnya ada pada dua capres ini. Terutama Ganjar yang sudah sampai membicarakan insentif untuk pihak swasta pelaku perdagangan karbon," kata Ahmad.
Sedangkan Anies, tambah Ahmad, berada di tengah, antara pasar dan pemerintah. Dokumen visi-misinya dibaca paling komprehensif dan paling pro lingkungan dibandingkan capres yang lain.
Untuk Prabowo, dokumen visi-misinya lebih banyak menekankan tentang peran sentralistik pemerintah dan nasionalisme. Ada kecenderungan kontrol negara yang sangat luas, yang bisa diartikan memberi peluang bagi kelompoknya sendiri.
Sementara itu, peneliti Carbonethics Hansen Sukma menambahkan, saat menjadi gubernur, Ganjar punya pengalaman mengembangkan proyek energi terbarukan dan transisi energi, serta berkolaborasi dengan Norwegia.
Sementara, Anies tidak terlalu teknis dalam hal perdagangannya, tapi lebih kepada kolaborasi internasional. Sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies terlibat dalam forum kota-kota global memerangi perubahan iklim.
Menurutnya, Prabowo belum terlihat, sebab tidak pernah menjabat sebagai kepala daerah, sehingga kinerjanya terbatas untuk merambah pasar karbon ataupun regulasi-regulasi yang terkait dengan isu lingkungan.
"Jadi, jika bisa disimpulkan, memang Ganjar itu punya fleksibilitas yang lebih tinggi terhadap pasar ketika memandang isu lingkungan. Pelibatan sektor privat soal isu lingkungan kemungkinan akan lebih banyak," ujarnya.
Sementara Anies, akan lebih kontrol dan bisa dilihat dari berbagai pernyataannya yang selalu melakukan realokasi anggaran untuk pembangunan yang sifatnya soft atau hard infrastruktur. "Jadi, pada akhirnya, pemerintah akan lebih banyak berperan dalam perdagangan karbon," sebutnya.