Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mengalami kesulitan memproses kasus politik uang (money politic) yang terjadi pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.
"Praktik politik uang itu dilakukan secara nyata dan terang-terangan di Kota Balikpapan pada Pemilu 9 April lalu, namun kami tidak bisa memprosesnya menajdi tindak pidana pemilu, antara lain karena tidak ada saksi," kata anggota Panwaslu Kota Balikpapan Supiani di Balipapan, Selasa.
Ia menyebutkan, di Balikpapan sekurangnya ada 10 kasus yang dilaporkan ke Panwaslu. Laporan-laporan itu berasal dari seluruh wilayah Kota Balikpapan.
Namun demikian, kata dia, Panwaslu tidak bisa memproses kasus-kasus tersebut karena saksi yang semula bersedia memberikan kesaksian kemkudian membatalkan niatnya untuk bersaksi.
"Warga yang awalnya bicara, tetapi saat kita mau jadikan saksi mereka mundur. Alasan mereka takut keamanan dan keselamatan keluarganya terancam, mereka mengaku diteror," kata Supiani.
Syarat kasus politik uang untuk bisa diproses pidana poltik adalah, menurut Supiani, ada empat, yaikni harus ada pelapor, ada terlapor, saksi, dan bukti-bukti.
Menurut dia, bukti bisa berupa foto atau video yang layak dan laporan juga harus dalam rentang waktu maksimal 5 hari. Artinya sejak pertama kali dilaporkan, sudah harus ditindaklanjuti paling lambat dalam 5 hari, kalau lewat dari batasan waktu tersebut, perkara dianggap kadaluwarsa.
"Biasanya saat itulah saksi menghilang. Kami tunggu-tunggu tidak muncul-muncul, akhirnya kasus tersebut tidak bisa diproses dan kemudian jadi kadaluwarsa," kata Supiani.
Dia mengatakan, jika ingin kasus politik uang dijadikan perkara pidana dan menjerat pelakunya maka aturan dalam Undang-Undang Pemilu harus direvisih, terutama soal masa kadaluwarsa, dan kewenangan-kewenangan panwaslu.
Selaij itu, kata Supiani, terkait penertiban alat peraga kampanye, Panwas hanya bisa merekomendasikan untuk ditertibkan, tetapi tidak bisa bertindak sendiri. (*)