Samarinda (ANTARA) -
Legislator dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur M. Udin menyerukan tindakan tegas dari Penjabat Gubernur Kaltim terkait penanganan kasus Izin Usaha Pertambangan (IUP) palsu yang mencapai 21 kasus.
"Kami tidak bisa berdiam diri melihat potensi kerugian negara yang bisa terjadi akibat IUP palsu ini. Itulah pentingnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah Kaltim," ujar M. Udin di Samarinda, Selasa.
Pihaknya mendesak penjabat gubernur untuk segera mengaudit dan meninjau ulang semua IUP yang dikeluarkan, serta mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan izin palsu tersebut.
Lanjut legislator daerah pemilihan Kutai Timur, Berau dan Bontang itu, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwenang menemukan adanya dokumen-dokumen yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul dari operasi pertambangan yang tidak terkontrol," ucap M. Udin.
Mantan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan itu mengatakan kasus 21 IUP palsu sudah berlangsung lama, dan merugikan negara serta masyarakat.
“Sampai saat ini, belum ada tindak lanjut yang berarti dari pemerintah terkait aktivitas penambangan ilegal batu bara,” ujarnya.
M. Udin meminta Pj Gubernur Kaltim bersikap tegas dan transparan terkait kasus IUP palsu.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Kaltim itu juga menyoroti keberadaan tambang-tambang ilegal, terutama di Kutai Kartanegara.
Penuntasan tambang-tambang ilegal, lanjut Udin, dengan laporan dari pemerintah desa, pemerintah kabupaten, hingga pemerintah provinsi.
Udin mencontohkan, terdapat camat di Kutai Kartanegara yang sempat menolak tambang ilegal. Tapi, camat itu justru mendapat ancaman. Dampaknya, banyak kelurahan atau desa tidak berani melakukan pelaporan.
“Sebenarnya, kita perlu tindaklanjuti siapa oknum yang bermain dengan tambang ilegal itu. Mereka menggunakan infrastruktur jalan umum, baik provinsi, APBN, maupun kota dan kabupaten sebagai jalur pengangkutan sehingga merugikan masyarakat,” ucapnya. (Adv/DPRD Kaltim)