Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan penetapan status tersangka terhadap Ketua KPK Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya tak memengaruhi koordinasi dan komunikasi antara kedua lembaga penegak hukum tersebut.
"Koordinasi dengan kepolisian tidak ada persoalan karena ini menyangkut lembaga, bukan personal. Jadi, kalau terkait dengan lembaga, ya, enggak terganggu," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Alex menyebutkan salah satu contohnya adalah koordinasi KPK dengan Kementerian Pertanian masih tetap berjalan baik meski lembaga antirasuah telah menetapkan tersangka dan menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
"Sama saja kami berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian sekalipun menterinya sudah kami tetapkan tersangka dan kami tahan," ujarnya.
Alex juga mengatakan bahwa hingga saat ini Firli masih aktif menjalankan tugas sebagai Ketua KPK dan masih berstatus pegawai KPK.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka
Lembaga antirasuah melalui biro hukumnnya juga akan memberikan pendampingan hukum terhadap Firli.
Sebelumnya, Rabu (22/11) malam, Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Safri Simanjuntak mengatakan bahwa penetapan tersangka tersebut setelah gelar perkara pada hari Rabu.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Ade Safri.
Ia melanjutkan, "Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020—2023."
Penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.