Samarinda (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyetujui permohonan lima perkara penghentian penuntutan atau restorative justice (RJ) di pengadilan yang disampaikan oleh Kejaksaan Negeri Samarinda.
“Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ telah mendapat persetujuan dari Jampidum, diwakili Plt Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda Jampidum Kejaksaan Agung,” ujar Kasi Intel Kejari Samarinda Erfandy Rusdy Quiliem dalam keterangan tertulis di Samarinda, Selasa.
Atas persetujuan permohonan RJ atau keadilan restoratif tersebut, lanjutnya, maka untuk berikutnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Samarinda Firmansyah Subhan segera menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).
Sebelumnya, Kamis (31 Agustus), Kajari Samarinda, Kalimantan Timur melaksanakan pemaparan RJ dengan didampingi Kasubag Pembinaan Alfano Arif Hartoko, Kepala Seksi PB3R Julius Michael Butar-Butar, dan para Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Lima perkara yang diajukan untuk mendapat keadilan restoratif itu adalah dua perkara penganiayaan, tiga perkara lainnya adalah kecelakaan lalu lintas, pencurian, dan penadahan.
Ia merinci pengajuan penghentian penuntutan tersebut dengan tersangka FA dan KP dalam perkara tindak pidana penganiayaan seperti yang diatur dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP).
Kemudian tersangka MY atas kelalaian hingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Lantas tersangka Sa dengan perkara tindak pidana pencurian sesuai Pasal 362 KUHP), dan tersangka ZI melakukan perkara tindak pidana penadahan sesuai Pasal 480 ke-1 KUHP.
“Lima tersangka tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana. Atas dasar tersebut, Jaksa Penuntut Umum Kejari Samarinda mempertimbangkan agar tersangka dan korban menempuh penyelesaian perkara di luar pengadilan berdasarkan keadilan restoratif,” katanya.
Sebelumnya, lanjut Erfandy, JPU sebagai fasilitator telah mempertemukan tersangka dan korban untuk langkah pertama pelaksanaan RJ, sesuai peraturan Kejaksaan RI Nomor 15/ 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
"Adapun hasil dari mediasi adalah pihak korban bersama keluarga dan tersangka, sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan, sehingga kemudian diajukan RJ," kata Erfandy.