Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama perusahaan setempat bersiap melakukan hilirisasi industri Sumber Daya Alam (SDA), seperti dari batu bara menjadi dimethyl ether, briket, proyek gasifikasi ke metanol, dan produk turunan lainnya.
"Hilirisasi batu bara harus dilakukan di Kaltim sebagai inovasi daerah, sekaligus untuk meningkatkan nilai tambah produk guna memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi," ujar Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi di Samarinda, Selasa.
Ia menyatakan dalam waktu sekian lama perekonomian Kaltim menghadapi tantangan cukup besar yakni masih tingginya ketergantungan daerah terhadap sektor pertambangan dan penggalian, terutama batu bara.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Kaltim yang tinggi, berkesinambungan, dan inklusif, akan dapat dicapai jika hilirisasi SDA dilakukan, sehingga pihaknya terus mengajak perusahaan setempat inovatif mewujudkan industri turunan baik dari pertambangan maupun pertanian dalam arti luas.
Sebelumnya saat pertemuan tahunan Bank Indonesia (BI) di Kantor Perwakilan BI Kaltim, ia mengatakan semua pihak harus mampu memanfaatkan cadangan batu bara untuk diolah turunannya, sehingga memiliki nilai tambah lebih tinggi dibandingkan penjualan bahan mentah.
Sektor pertambangan, terutama batu bara, dinilai sangat mempengaruhi kondisi perekonomian Kaltim, meski saat ini harganya berada pada level tinggi, tapi ia mengingatkan kondisi ini tidak membuat semua pihak terlena, sehingga hilirisasi harus jadi komitmen semua pihak.
Ia juga meyakini bahwa ekonomi Kaltim 2023 lebih baik dari 2022, setidaknya dapat dilihat dari APBD setempat tahun 2023 yang sudah disahkan senilai Rp17,2 triliun, naik ketimbang 2022 yang tercatat Rp14,87 triliun, bahkan di APBD Perubahan 2023 diproyeksikan tembus Rp20 triliun.
Proyeksi ini didasarkan pada akan adanya tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa sawit dari pemerintah pusat sebesar Rp3 triliun, kemudian adanya tambahan pembayaran dari World Bank atas keberhasilan Kaltim mengurangi emisi karbon.
Dalam perdagangan emisi karbondioksida ini, Bank Dunia telah menetapkan pembayaran untuk Provinsi Kaltim dengan nilai 20,9 juta dolar AS atau setara dengan Rp313,5 miliar.
"Selain hilirisasi SDA, Pemprov Kaltim juga menggenjot pariwisata dan ekonomi kreatif, termasuk UMKM, agar tidak hanya mampu bersaing di kancah lokal dan nasional, tapi juga pasar global. Terbukti sudah ada beberapa UMKM Kaltim yang melakukan ekspor," katanya.