Jakarta (ANTARA Kaltim) - Peraturan daerah (Perda) yang mengatur perlindungan nelayan di Kaltim ditarget tuntas 6 bulan dari sekarang, atau sebelum DPRD Kaltim menyelesaikan masa tugas pada April 2014.
Perda perlindungan nelayan diharapkan mengangkat harkat dan kesejahteraan nelayan, selain juga dimaksudkan sebagai perlindungan sumber daya alam, ekologis, sosial budaya dan perlindungan politik bagi para nelayan.
"Kalau bisa tiga bulan bagus, tapi target kami 6 bulan. Kami mohon bantuan dari pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan karena belum ada contoh Perda nelayan di Indonesia," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Kaltim Rakhmat Majid Gani saat Banleg berkonsultasi ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Jumat (30/8).
Turut hadir anggota Banleg lainnya, yakni Agus Santoso yang juga wakil ketua DPRD Kaltim, Abdul Djalil Fatah, Maria Margaretha Rini Puspa, Ismail dan Leliyanti Ilyas.
Sekjen KKP Sjarief Widjaja menerima rombongan Banleg, didampingi Kepala Biro Perencanaan KKP Nilamto Prabowo dan sejumlah staf lainnya.
Majid mengungkap, meski menjadi salah satu elemen penting masyarakat, karena nelayan adalah penyedia protein hewani, di Indonesia khususnya di Kaltim nelayan kerap termarjinalkan. Persoalannya, regulasi atau payung hukum berupa Perda yang melindungi nelayan belum ada.
Karena itu, kata Majid, konsultasi dari KKP ini menjadi titik start pembuatan Perda dimaksud. Poin-poin untuk draf rancangan Perda diharapkan bisa muncul dari konsultasi ini.
Senada dengan itu, Abdul Djalil menambahkan, banyak persoalan yang membelit nelayan sehingga tingkat kesejahteraan mereka susah berada di atas garis kemiskinan. Bukan rahasia lagi, nelayan akrab dengan utang, bahkan sampai diwariskan ke anak, dan bergantung hidup pada rentenir.
Nelayan di perbatasan utara Kaltim, tuturnya, bahkan punya kisah hidup lebih pilu. Mereka diutangi oleh juragan dari Tawau Malaysia, kapal dan alat tangkap juga mesin disiapkan, tapi hasil tangkap semuanya dibawa ke Malaysia. Hidup mereka seperti tergadai.
Kondisi ini kerap menimbulkan konflik horizontal dengan nelayan tradisional lainnya. "Sehingga tak jarang kapal nelayan yang bosnya dari Malaysia disandera oleh nelayan tradisional lainnya," kata Djalil.
Belum lagi jika bicara masa depan anak-anak nelayan. Sekolah kerap diabaikan karena tuntutan ekonomi.
Mengomentari hal ini, Sekjen KKP Sjarief Widjaja menyatakan, tentu saja KKP menyambut positif konsultasi ini, sebab di Indonesia baru DPRD Kaltim yang berinisiatif membuat Perda pronelayan. Ia berharap Perda ini akan menjadi acuan bagi daerah-daerah lain jika bicara payung hukum yang mengatur perlindungan bagi nelayan.
Secara umum ia menyatakan, jika bicara peningkatan kesejahteraan nelayan pemerintah pusat melalui Inpres No.2/2011 dan Inpres No.15/2011 sudah mengarah ke sana.
Dalam kedua Inpres ini, sejumlah kementerian dan lembaga terkait bergerak terpadu. Kementerian PU misalnya mengurus jalan dan ketersediaan air bersih bagi nelayan.
"Kementerian ESDM mengurusi listrik, Kementerian Kesehatan membuat Puskesmas, Pendidikan membuatkan sekolah dan seterusnya. Jadi dalam skala daerah bisa diterapkan. Dinas-dinas bersinergi untuk peningkatan taraf hidup nelayan," katanya.
Nilamto Prabowo menambahkan, pada prinsipnya KKP siap membantu penyusunan Perda perlindungan nelayan, baik dalam hal penyusunan draf, penyediaan staf ahli sampai pada uji publik sebelum draf tersebut menjadi perda dan disahkan. (Humas DPRD Kaltim/adv/dhi/met)
Baleg Konsultasi Perda Nelayan ke Kementerian dan Kelautan
Sabtu, 31 Agustus 2013 5:31 WIB