Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan pengembangan fungsi LPS menjadi risk minimizer dengan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
"Di UU ini, pemerintah dan DPR mengharapkan LPS bisa mencegah terjadinya bank gagal dengan melakukan penempatan di awal kalau ada tanda-tanda bank mengalami kesulitan," terang Didik dalam webinar "Metamorfosis Peran dan Fungsi LPS dalam Menjaga Stabilitas Keuangan" yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan Undang-Undang tentang LPS sebelumnya, LPS bersifat pasif atau baru bisa memberikan pertolongan kepada bank setelah ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Penanganan yang lebih dini diharapkan dapat membuat biaya yang dibutuhkan lebih sedikit dan dapat mencegah efek domino terhadap bank lain.
Untuk ini, LPS sebetulnya sudah mulai melakukan persiapan sejak 2017 dengan melakukan penyesuaian organisasi. Saat ini LPS sedang melakukan koordinasi untuk pembentukan Peraturan Pemerintah sebagai dasar program yang diharapkan dapat mengantisipasi kegagalan bank di tengah COVID-19.
Selain restrukturisasi perbankan, berdasarkan rencana strategis LPS 2022-2026, LPS juga akan melakukan digitalisasi sistem kerja.
"Karena memang mau tidak mau LPS menghadapi era digitalisasi dan revolusi industri 4.0, termasuk sistem kerja kita. Kemungkinan ke depan kita akan mengadopsi sistem yang tidak harus 100 persen bekerja di kantor," ucapnya.