Nunukan (ANTARA Kaltim) - Sekitar 90 persen investor yang beroperasi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur menolak memberikan laporan nilai investasinya kepada Pemkab setempat tanpa alasan yang jelas.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Nunukan, Juni Mardiansyah di Nunukan, Rabu, menyatakan, dari 50 lebih investor yang beroperasi di wilayahnya sekitar 90 persen yang enggan melaporkan nilai investasinya.
Sesuai data yang masuk di BKPM-PT Kabupaten Nunukan, sebanyak 26 perusahaan bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan sisanya merupakan perusahaan pertambangan dan kehutanan, katanya.
Dari 26 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Nunukan dan bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit, lanjut dia, tiga perusahaan diantaranya adalah perusahaan asing yakni PT Nunukan Jaya Lestari (NJL), PT Tunas Mandiri Lumbis (TML) dan PT Nunukan Sawit Mas (NSM) kesemuanya belum melaporkan nilai investasinya sampai sekarang.
Namun hal ini BKPM-PT Kabupaten Nunukan tidak dapat berbuat apa-apa, karena tidak adanya ketegasan dari Pemkab Nunukan soal pemberian sanksi berhubung belum adanya peraturan daerah (perda) sebagai payung hukum, katanya.
"Kami tidak bisa memberikan saknsi karena tidak ada perda. Kalau mau bertindak mesti ada payung hukum dulu," ujarnya.
Selain itu, kendala yang dialami BKPM-PT lanjut dia, tidak adanya kantor sebagian besar investor tersebut di Kabupaten Nunukan tetapi sebagian berkantor di Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan.
"Hanya satu dua perusahaan saja yang ada kantornya di Nunukan itupun tidak ada penghuninya apabila mau berkoordinasi," tegas Juni Mardiansyah melalui staf Bidang Penanaman Modal BKPM-PT Kabupaten Nunukan, Ismail, Rabu.
Alasan investor tidak melaporkan nilai investasinya, kata dia, adalah harus melalui kantor pusat di Jakarta, sementara itu pula untuk berkoordinasi dengan pimpinan pusat perusahaan bersangkutan sangat sulit.
"Jadi hal ini yang menyulitkan kami untuk mendata nilai investasi masing-masing investor yang beroperasi di Nunukan dengan alasan melalui kantor pusat di Jakarta," tambahnya.
Padahal, sebut Juni Mardiansyah, apabila semua perusahaan tersebut berkantor di Kabupaten Nunukan dipastikan sektor ril akan bergerak khususnya sembako dan kebutuhan lainnya.
Tetapi selama ini, lanjutnya, daerah lain seperti Malinau dan Tarakan yang lebih diuntungkan karena kantornya berada di kedua daerah ini sedangkan Kabupaten Nunukan hanya dijadikan tempat mencari nafkah dan mengorek hasil bumi semata.
Sebenarnya, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 telah diatur dengan jelas dan tegas soal kewajiban perusahaan, tegasnya. (*)