Balikpapan (ANTARA) - Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda Fathul Huda Wiyashadi yang mewakili mendiang Herman (39) yang tewas dalam tahanan Polresta Balikpapan awal Desember 2020 silam, minta polisi mengulang reka adegan yang mereka lakukan Selasa 16/3 lalu.
“Kami minta diulang dengan menghadirkan pengacara korban dan keluarga,” kata Fathul Huda, Rabu.
Menurut Fathul, dengan kehadiran pengacara dan keluarga, pihaknya bisa turut mencocokkan bukti yang mereka miliki dengan adegan yang terjadi.
“Antara lain kami ada bukti foto dan video,” sebut pengacara yang pernah membela para tahanan politik Papua dalam sidang di PN Balikpapan itu.
Dalam reka adegan itu, dari “pihak korban” diwakili jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Balikpapan.
Rekonstruksi atau reka adegan itu sendiri berlangsung tertutup dengan dipimpin Wakil Direktur Kriminal Umum (Wadirkrimum) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Polda Kaltim Roni Faisal. Ada 12 adegan yang dirinci lagi menjadi 107 sub adegan.
Menurut AKBP Roni Faisal, reka adegan dilakukan untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para tersangka
Dari rekonstruksi itu juga diketahui Herman dianiaya di ruang penyidik Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) di Polresta Balikpapan dan di ruang Pos Jatanras.
“Jadi ada 2 TKP (tempat kejadian perkara),” urai Wadir Krimum Roni. Kemudian juga diketahui Herman dianiaya menggunakan ekor ikan pari, tongkat T, dan strap cost.
“Pembuktiannya resminya nanti di pengadilan. Reka adegan atau rekonstruksi ini hanya untuk melengkapi berkas,” kata AKBP Roni Faisal sekali lagi.
Begitu juga dengan peran masing-masing tersangka. Diketahui, Polda Kaltim menetapkan setidaknya 4 personel Satuan Reserse Kriminal Umum (Sareskrimum) Polrestas Balikpapan sebagai tersangka kasus ini. Mereka dikenakan pasal 170 dan 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa.
Menurut pengacara para tersangka, Hairul Bidol, reka adegan itu sudah sesuai dengan BAP.
“Kami mengapresiasi rekonstruksi yang dilakukan ini,” ujarnya.
Pada kesempatan ini juga Bidol menyampaikan, bahwa penangkapan dan penahanan Herman berdasarkan surat perintah dan mengikuti prosedur yang berlaku di kepolisian saat ini.
“Ini meluruskan informasi yang mengatakan bahwa penangkapan Herman dilakukan di luar prosedur. Itu tidak benar. Ada surat perintah yang ditunjukan kepada keluarga,” jelas Bidol.
Herman ditangkap di rumahnya di bilangan Muara Rapak pada Rabu pekan pertama Desember 2020. Saat ditangkap ia tak berbaju. Menurut adiknya, Dini, mereka bahkan tidak tahu siapa yang datang ke rumah dan kemudian membawa Herman.
Namun kemudian Dini coba mengecek ke Polsek Balikpapan Utara yang memang tak jauh dari rumah mereka. Dari Polsek diketahui Herman dibawa ke Polresta di Klandasan. Dini menengok ke sana dan membawakan baju untuk Herman.
“Herman tidak bisa ditemui sebab sedang diperiksa,” tutur Dini pada akhir Desember. Baju pun dititipkan.
Kamis malam keluarga dikabari bahwa Herman meninggal karena sakit. Sebelumnya sempat dibawa ke RS Bhayangkara karena diare. Pengacara Fathul Huda menyebutkan bahwa polisi mengatakan mereka mengurus jenazah Herman hingga pemakaman.
“Keluarga menolak dan minta jenazah diantarkan ke rumah untuk diurus sendiri,” kisahnya. Jumat pagi, jenazah Herman diantar dalam keadaan terbungkus plastik. Keluarga yang curiga pun membuka bungkus dan menemukan sejumlah bekas luka.
Namun demikian, baru di awal Maret kasus ini dilaporkan secara resmi ke Propam Polda Kaltim, yang kemudian juga menggandeng Direskrimum. Propam langsung menahan sejumlah anggota Polresta Balikpapan yang diduga terlibat. Makam Herman juga dibongkar dan jenazah Herman diotopsi.
Kapolda Kaltim Irjen Rudolf Nahak menegaskan ia tidak menolerir atau menerima perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan anak buahnya dan minta semua diproses sesuai aturan yang berlaku.