Jakarta (ANTARA) - Tersangka Zaim Saidi yang merupakan pendiri Pasar Muamalah, Depok, Jawa Barat, diketahui memesan uang dinar dan dirham ke PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk.
"Dinar dan dirham yang digunakan tersebut dipesan dari PT. Antam yang dicetak dengan mencantumkan tulisan Kesultanan Bintan Darul Masyur Sultan Haji Husrin Hood, Amir Zaim Saidi Amirat Nusantara, Amir Tikwan Raya Siregar dengan harga sesuai acuan PT Antam," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan di Kantor Divisi Humas Polri, Jakarta, Rabu (3/2).
Dinar yang digunakan di Pasar Muamalah adalah koin emas seberat 4,25 gram dan emas 22 karat. Sedangkan dirham yang digunakan adalah koin perak murni seberat 2,975 gram.
Zaim menentukan harga beli koin dinar dan dirham tersebut sesuai harga Antam. Namun, dia menambahkan 2,5 persen sebagai keuntungan.
"Saat ini nilai tukar satu dinar setara dengan Rp4 juta, sedangkan satu dirham setara dengan Rp73.500," kata Ramadhan.
Ramadhan menyebut Zaim berperan sebagai inisiator, penyedia lapak Pasar Muamalah, sekaligus pengelola dan tempat menukarkan rupiah dengan koin dinar atau dirham.
Jumlah pedagang yang berjualan di pasar tersebut ada 10 hingga 15 pedagang. Mereka menjual sembako, makanan, minuman hingga pakaian.
Pada Selasa (2/2), penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menangkap tersangka Zaim Saidi lantaran melakukan transaksi jual beli menggunakan mata uang selain rupiah di Pasar Muamalah, Depok.
Barang bukti yang disita yakni sejumlah uang dinar dan dirham antara lain tiga keping koin satu dinar, satu keping koin 1/4 dinar, empat keping koin lima dirham, empat keping koin dua dirham, 34 keping koin satu dirham, 37 keping koin 1/2 dirham. Kemudian meja untuk lapak pedagang, kursi untuk pedagang, barang dagangan berupa buku dan video mengenai transaksi di Pasar Muamalah yang beredar di media sosial.
Atas perbuatannya, tersangka Zaim Saidi terancam pasal berlapis, yakni Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 15 tahun penjara. Kemudian Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dengan ancaman pidana penjara satu tahun dan denda Rp200 juta.