Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Kepala Adat Orang Wehea, Ledji Taq, yang juga penerima penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Indonesia, tiba di Balikpapan, usai menghadiri undangan ke Kanada selama dua pekan pada pertengahan September 2012.
"Saya bercerita tentang upaya-upaya yang kami lakukan untuk menyelamatkan Hutan Lindung Wehea dari berbagai bahaya yang mengancamnya," kata Ledji Taq (70 tahun), sesaat setelah mendarat di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Sabtu (28/9).
Di negeri Amerika Utara tersebut, sebagai kepala adat bangsa yang tinggal di pedalaman Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, Ledji Taq didaulat untuk berbicara di Universitas British Columbia dan Universitas Simon Fraser, Vancouver, dua kampus ternama di sisi barat Kanada di negara bagian British Columbia.
Ledji Taq juga bertemu dan bertukar pengalaman dan pikiran dengan para kepala adat komunitas Heiltsuk di Bella-Bella, Bella-Cola Territory, British Columbia.
Komunitas Heiltsuk sukses menjaga alam dan lingkungannya dari eksploitasi industri, dan juga menjadi sejahtera dengan memanfaatkan apa yang diberikan alam dengan bijaksana.
Ledji Taq didampingi Nunuk Kasiyanto, pegiat alam dan lingkungan yang saat ini bekerja untuk Hutan Lindung Wehea.
Di kedua universitas, presentasi Ledji Taq dihadiri para profesor, doktor, mahasiswa pascasarjana, para peneliti, dan sejumlah civitas akademika lainnya.
Menurut Kasiyanto, presentasi Ledji Taq mendapat sambutan yang antusias. Sesi tanya jawab menjadi ramai, mulai dari pernyataan keprihatinan hingga kekaguman.
"Mereka prihatin karena ternyata status Hutan Lindung Wehea belum diakui pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan masih menjadi bagian dari HPH PT Gruti," katanya.
Padahal PT Gruti sendiri sudah mundur dari Wehea karena kawasan tersebut tidak mungkin dieksploitasi dengan ekonomis dan berada di kemiringan mulai dari 40 persen di lereng-lereng gunung.
"Mereka kagum karena umumnya cerita dari Indonesia tentang hutan adalah cerita pembalakan, perusakan, kebakaran, namun Pak Ledji membawa kisah perjuangan pelestarian, dan keberhasilan," sambung Kasiyanto.
Karena itu, tutur Ledji Taq, ia seperti kebanjiran permintaan untuk penelitian. Berbagai aspek tentang Orang Wehea, seperti peri kehidupan yang selaras alam, adat istiadat, hingga ranger atau penjaga hutan Wehea yang dikenal sebagai Petkuq Mehuey, dan tentu saja hutan lindungnya sendiri, baik tumbuhan mapun hewan yang hidup di dalamnya, menjadi obyek penelitian yang sangat menarik bagi para hadirin di Universitas British Columbia dan Universitas Simon Fraser.
"Bahkan untuk saat ini ada Brent Loken yang meneliti satwa di Wehea untuk menulis disertasi doktornya di Simon Fraser," ungkap Kasiyanto.
Loken ini yang menjadi semacam koordinator lawatan Ledjie Taq ke Kanada dengan produsen kosmetik alami Lush menjadi penyandang dana.
Menurut Ledji Taq sendiri, dari perjalanannya ini ia tahu bahwa apa yang dialami Orang Wehea dengan hutannya adalah pengalaman yang umum terjadi dengan orang-orang asli lainnya dengan alam lingkungannya di seluruh dunia.
Semua menghadapi persoalan-persoalan yang relatif sama, mulai dari tekanan industri, ketidakpedulian pemerintah, masalah sosial seperti pengangguran, pendidikan, hingga dampak paparan gaya hidup kota.
"Jadi kami Orang Wehea tahu kami tidak sendirian. Ini akan membuat kami makin bersemangat dan makin kuat," demikian Ledji Taq. (*)
Kepala Adat Orang Wehea Kembali dari Kanada
Minggu, 30 September 2012 18:30 WIB