Balikpapan (ANTARA) - Lima kampung yakni Kampung Merapun, Panaan, Muara Lesan, Lesan Dayak, dan Sidobangen di Kecamatan Kelay Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur kini memiliki Rencana Tata Guna Lahan (RTGL) yang dibuat sendiri oleh warga.
“Dalam proses penyusunannya ini membuat kami jadi lebih tahu apa yang kami miliki, jadi mengenal potensi kampung dan potensi warga kami,” kata Kepala Kampung Merapun, Daring, akhir pekan lalu.
Kampung adalah sebutan resmi untuk satuan wilayah di bawah kecamatan di Berau. Orang-orang atau penduduk tempatan juga menyebut lingkungannya sebagai kampung dan menolak disebut desa walaupun secara definisi merujuk kepada hal yang sama. Di Kalimantan Timur, hal serupa juga berlaku di Kutai Barat dan Mahakam Ulu, dan di Kalimantan Utara.
RTGL sendiri diamanahkan di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kampung. Bahwa, warga memiliki kewenangan untuk merancang dan mengimplementasikan ruang hidupnya.
Tahapan pembuatan RTGL dimulai dengan warga dan perangkat kampung mendapatkan pelatihan penggunaan perangkat pendukung Global Positioning System (GPS) dan aplikasi MapSource serta Garmin Basecamp.
“Di sini kami mendampingi warga dengan menghadirkan relawan yang ahli dalam penggunaan GPS,” kata juru bicara Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Retno Sari pada kesempatan terpisah.
Data yang didapat dari GPS kemudian diunggah dan dianalisis dengan teknologi Geographic Information System (GIS) oleh Permakultur Lanskap Berkelanjutan Indonesia (PLANB), lembaga yang digandeng YKAN untuk turut membantu warga.
Menurut Sari, pelatihan dan praktik pengukuran tata guna lahan dilaksanakan selama satu minggu di setiap kampung secara bergantian. Proses ini juga dibantu para fasilitator kampung, yaitu relawan YKAN yang bertugas di kampung-kampung itu.
Fasilitator kampung menyusun tim pemetaan kampung yang beranggotakan aparat pemerintahan kampung, tokoh masyarakat, perwakilan para pengguna lahan, dan perwakilan kaum perempuan dari berbagai golongan usia.
“Warga sangat antusias, mulai dari mengikuti pelatihan pemetaan, pendataan aset kampung, hingga aktif terlibat dalam diskusi di balai kampung,” tutur Sari.
Hasil diskusi dan kesimpulan dari kampung, didiskusikan lagi ke tingkat kabupaten dengan menghadirkan pemerintah kabupaten, juga Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Berau Barat, serta mitra-mitra pembangunan.
“Dengan diskusi di tingkat kabupaten ini kami ingin pemerintah kabupaten dan lain-lain yang berkepentingan tahu apa yang diinginkan dan direncanakan masyarakat berdasarkan potensi dan aset kami, sehingga pembangunan bisa diselaraskan, keseimbangan alam terjaga, dan bisa memberi manfaat luas bagi masyarakat kampung terutama,” papar Kepala Kampung Panaan Samsuri.
Pembangunan yang diselaraskan bagi kampung itu jelasnya, antara lain pembangunan yang melibatkan masyarakat, menjadikan warga kampung juga sebagai pelaku selain juga penerima manfaat.