Sangatta (ANTARA News Kaltim) - Perusahaan Daerah Air Minum (Perusda) PDAM Tirta Tua Benua Kutai Timur Kalimantan Timur menurunkan produksinya hingga 50 liter per detik dari 150 liter per detik menjadi 100 liter per detik.
Menurut Direktur Utara Perusda PDAM Tirta Tuah Benua, Aji Mirni Mawarni, Selasa mengatakan, pengurangan produksi hingga 50 liter per detik, karena tingkat kekeruhan air sungai yang sudah mencapai level diatas 5000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit).
"Saat ini kondisi kekeruhan sudah mencapai level tinggi 5000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit, seharusnya level minimum 2.500 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) sedangkan kondisi normal IPA PDAM dapat mengolah air baku dengan tingkat kekeruhan hingga 200 NTU", ucapnya.
Menurut Mawar, didampingi Kepala Bidang Tehnik PDAM Suparjan, dengan kondisi kekeruhan yang cukup tinggi itulah, kami terpaksa mengurangi produksi yang cukup tinggi hingga 50 liter per detik.
Dikatakan,akibatnya, distribusi air kepada pelanggan juga terganggu bahkan tidak normal, sebab terjadi pengurangan distribusi alias tidak normal.
Mawar menyebutkan, tidak mengetahui persis penyebab, tingginya kekerungan air sungai Sangatta, apakah akibat dari aktivitas tambang atau perusahaan perkebunan atau perubahan cuaca.
Kami tidak mengetahui penyebabnya, yang jelas akibat kondisi ini, mengakibatkan biaya operasional PDAM semakin mahal, karena harga bahan kimia mahal.
"Diakui, kalau kondisi ini terus meningkat, maka produksi IPA Kabo akan dihentikan, sampai kondisi kembali normal", katanya, menambahkan.
Pihak Perusda PDAM juga berharap instansi terkait segera turun kelapangan dan menindak lanjutinya untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan air sungai.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur, Didi Suryadi mengatakan, belum menerima laporan terkait tingginya tingkat kekeruhan air sungai Sangatta, hingga mencapai diatas level normal.
"Saya baru dengar dari anda wartawan, kalau kekeruhan air sungai diatas level normal. Karena tiga bulan lalu dari hasil analisa, mutu dan kondisi air sungai Sangatta masih normal", kata Didi Suryadi, melalui telpon selulernya, Selasa.
Menurut Didi Suryadi,pihaknya, setiap tiga bulan mengambil sampel air sungai untuk mengetahui perubahan, dan terakhir masih bagus. Kami juga tidak bisa mengatakan apakah ini terjadi karena adanya kegiatan pertambangan dan perkebunan.
"Yang jelas, dampak dari kekeruhan air sungai adalah biaya produksi PDAM, karena menggunakan bahan kimia lebih banyak. Tetapi kalau soal penyebabnya itu perlu diteliti lebih jauh lagi", katanya. (*)
PDAM Kutai Timur Kurangi Produksi
Selasa, 18 September 2012 14:30 WIB