Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Dr Yon Machmudi berpendapat pemerintah harus secara cepat mengambil keputusan untuk mengevakuasi seluruh warga negara Indonesia di Suriah, mengingat kondisi keamanan di negera itu semakin tidak menentu.
"Meningkatnya eskalasi konflik di Suriah menyebabkan keamanan di negara ini tidak menentu. Tentu kondisi ini akan mengancam keselamatan warga asing di Suriah, termasuk warga Indonesia. Pemerintah harus secara cepat mengambil keputusan dalam hal penyelamatan warga negara Indonesia yang menyebar di daerah-daerah konflik itu," ujarnya kepada ANTARA melalui surat elektronik, Minggu.
Ke depan, ujar dosen Program Studi Arab Universitas Indonesia itu, konsentrasi konflik antara pihak militer pemerintah dengan para pendukung oposisi menyebar ke mana-mana dan sulit prediksi.
Oleh karena itu, ujar Yon, langkah penyelamatan itu, termasuk evakuasi WNI keluar dari Suriah harus secepat mungkin dilakukan sebelum terlambat.
Menurut Koordinator Riset Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu, jumlah WNI cukup banyak di Suriah, yakni hampir mencapai 20 ribu orang.
"Ini menyangkut keselamatan jiwa yang harus dilindungi oleh pemerintah. Jangan sampai ada kesan ada perbedaan perlakuan terhadap WNI di Suriah dan Mesir," katanya.
Ia mengakui, memang untuk kasus di Mesir para WNI itu sebagian besar adalah para pelajar dan mahasiswa sehingga ketika terjadi konflik, Pemerintah dengan cepat memulangkan mereka ke Indonesia, sedangkan di Suriah mayoritas WNI adalah tenaga kerja wanita (TKW) sehingga ada keluhan bahwa evakuasi itu berjalan lambat.
"Saya kira pemerintah tidak cukup hanya menyediakan posko-posko keamanan tetapi juga harus segera mempercepat proses pemulangan ke Indonesia sehingga mendorong para WNI lainnya untuk menuju posko-posko penyelamatan," kata peraih gelar PhD dari Australian National University (ANU) pada 2007 itu.
Pemerintah juga diharapkan secara cepat dapat menyampaikan informasi tentang perkembangan mereka secara terus-menerus karena walau bagaimana pun mereka juga memiliki keluarga di Indonesia.
Yon menilai, secara umum konflik di Suriah diprediksi akan lebih besar dibanding dengan apa yang terjadi di Mesir dan Libya.
"Rezim yang berkuasa didukung oleh kelompok minoritas Alawiyin (Syiah) tetapi sangat kuat secara militer. Presiden Suriah, Bashar Asad, sendiri menyatakan tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada rakyatnya yang mayoritas Sunni. Untuk mencegah semakin banyaknya korban dari rakyat sipil, intervensi internasional harus dilakukan, jika perlu melibatkan militer," ujarnya. (*)