Samarinda (ANTARA) -
"Petisi daring oleh Nugraha Pradana, warga Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, ini bertujuan agar Komisi VII DPR tidak menghilangkan pasal 165 dalam Revisi UU Minerba," ujar Dinamisator Jaringan Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang di Samarinda, Minggu.
Hal itu ia katakan saat menggelar konferensi pers virtual. Ia pun mendukung petisi oleh Nugraha tersebut karena jika pasal 165 dalam UU Minerba dihilangkan, dikhawatirkan makin banyak pejabat tidak selektif memberikan izin tambang karena tidak ada lagi sanksi penyalahgunaan wewenang.
Pasal 165 dalam UU Minerba itu mencegah pejabat publik mengeluarkan izin tambang untuk kepentingan pribadi, karena dalam pasal itu disebutkan pihak yang menyalahgunakan kewenangan mengeluarkan izin tambang diancam penjara hingga 2 tahun dan denda Rp200 juta.
"Ini merupakan upaya penghilangan pasal pidana terhadap pejabat yang mengeluarkan izin bermasalah dan koruptif. Amatan Jatam terhadap naskah RUU Minerba adalah akan melanjutkan eksploitasi dan membuka keran rente oligarki di masa transisi politik," ucap Rupang.
Menurutnya, RUU Minerba lebih berisi tentang kepentingan perluasan investasi dan pengusahaan pertambangan, hal ini terlihat sejak adanya aspek perencanaan yang tidak melihat aspek kawasan rentan bencana sesuai dengan UU Kebencanaan.
Aspek perencanaan ini bahkan tidak memiliki semangat membatasi perluasan atau laju ekspansi pertambangan, juga tidak berpihak pada wilayah produksi rakyat.
"Sebagai contoh, ekspansi pada kawasan produksi pangan maupun dengan infrastruktur ekologi penting, seperti pulau-pulau kecil dan pesisir, bahkan masih menjadikan batu bara sebagai komoditas dan sumber utama penerimaan nasional," katanya.
Dalam aspek perizinan dan pengusahaan, lanjutnya, RUU Minerba justru mempermudah perizinan, salah satunya adalah memperbolehkan pemegang IUP di satu provinsi yang boleh memiliki IUP dengan komoditas sama, juga membuka keran bagi penambangan logam tanah jarang dan radioaktif.
"Tidak ada aspek dalam RUU Minerba yang melindungi keselamatan rakyat, pembatasan ekspansi dan hak veto rakyat. Sebaliknya, RUU Minerba justru menguatkan oligarki tambang, melindungi korupsi dan memberangus dengan mengkriminalkan rakyat," tutur Rupang.
Terkait dengan petisi daring oleh warga Sanga-Sanga, hal itu dilakukan karena di kecamatan itu dikepung izin tambang baik izin resmi maupun ilegal, yakni totalnya ada 34 perizinan dengan luas sekitar 140 km2, padahal Sanga-Sanga hanya memiliki luas 233,4 km2.
"Sementara luas izin lahan di Provinsi Kaltim mencapai 13,83 juta hektare, dengan luas pemanfaatan lahan untuk tambang mencapai 5,137 juta ha, padahal luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta ha. Ini terjadi karena adanya penumpukan izin seperti satu daerah dapat memiliki dua izin pemanfaatan lahan," tuturnya.