Samarinda (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berupaya menurunkan angka kelahiran total alias Total Fertility Rate (TFR) hingga menjadi 2,1 persen, dari sebelumnya sebesar 2,7 persen.
"Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, TFR Kaltim sebesar 2,7, lebih tinggi dari angka nasional yang tercatat 2,4 persen," ujar Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kaltim, Eli Kusnaeli di Samarinda, Senin.
Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, lanjutnya, maka Kaltim harus mampu menekan angka kelahiran menjadi 2,1 dan hal itu diakuinya diperlukan kerja keras.
Untuk mencapai target itu, diperlukan kerja sama dengan banyak pihak, termasuk masyarakat, Petugas Keluarga Berencana (PKB) dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) lebih aktif dalam mencapai TFR 2,1 persen sesuai dengan yang ditargetkan nasional.
"Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, target sasaran TFR adalah 2,1 persen yang ingin dicapai tahun 2025. Untuk Provinsi Kaltim, meski jumlah penduduknya sedikit, tapi juga turut berkontribusi pada capaian TFR nasional," katanya.
Ia juga mengatakan, selama ini jajaran BKKBN dan organisasi perangkat daerah (OPD) di Kaltim yang membidangi KB telah bekerja maksimal, namun hasilnya belum maksimal karena hanya turun sedikit ketimbang sebelumnya yang angka kelahirannya sebesar 2,8 persen.
"Saat ini angka TFR Kaltim masih 2,7 persen, kemudian angka pemakaian kontrasepsi (CPR ) masih 55 persen, sementara warga yang ingin ber- KB namun belum terlayani (unmet need) masih 10,9 persen," katanya.
Hal lain yang dilakukan BKKBN Kaltim untuk mengatasi tingginya angka kelahiran dan menurunkan angka kematian ibu dan anak, termasuk memberikan pelayanan berkualitas kepada masyarakat, adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pelayanan melalui pelatihan Contraceptive Teknik Update (CTU) bagi dokter.
Pelatihan CTU bagi para dokter dari kabupaten /kota se- Kaltim itu telah digelar beberapa hari lalu di Samarinda, yakni mereka dilatih untuk pemasangan alat kontrasepsi IUD dan Implan.
"Meskipun para dokter tersebut sudah memahami dan sudah melakukannya kepada pasien, namun mereka diberikan pengetahuan dan wawasan dengan teknologi terbaru (update), sehingga kualitas pelayanannya akan meningkat," kata Eli.