Balikpapan (Antaranews Kaltim) - PT PLN (Persero) mendukung program pengurangan sampah plastik yang dicanangkan Pemkot Balikpapan dengan melarang penggunaan kantong plastik belanja di pasar-pasar modern atau pasar swalayan.
"Kami dukung langsung dengan membagi-bagikan kantong belanja ramah lingkungan," kata Deputi Bidang Hukum dan Humas Manajer PLN Wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Wijayanto Nugroho, Minggu.
Untuk di Balikpapan, PLN membagikannya pertengahan pekan lalu. Sebanyak seribu lembar tas yang terbuat dari kain berwarna biru dan ada logo khas PLN dibagi-bagikan antara lain di Hypermart di Balikpapan Center.
Segera menyusul di kota-kota lain di Kalimantan Timur dan Utara seperti Samarinda dan Bontang.
Menurut Wijayanto Nugroho, dengan mengganti kantong belanja plastik dengan kantong belanja non plastik yang ramah lingkungan, berarti sudah mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan. Sampah plastik, seperti diketahui, memerlukan waktu ratusan tahun untuk bisa terurai kembali di alam sehingga bila terus diproduksi akan membuat lingkungan manusia dipenuhi limbah plastik.
"Kantong belanja dari kain kan bisa dipakai berulang-ulang, jadi selain ramah lingkungan juga hemat," tambah Wijayanto.
Peraturan Wali Kota Balikpapan Nomor 8 Tahun 2018 melarang pemberian kantong plastik sebagai kemasan belanjaan bagi pelanggan pasar swalayan. Larangan itu untuk mengurangi produksi sampah plastik yang di Balikpapan mencapai 15 persen dari 411 ton lebih sampah yang diproduksi setiap hari.
"Setelah di pasar modern, baru di pasar tradisional,"kata Wali Kota Rizal Effendi pada kesempatan terpisah.
Wali Kota juga berharap pengurangan pemakaian kantong plastik terus dikampanyekan. Gerakan kampanye itu bisa dimulai dari diri sendiri untuk kemudian mengajak keluarga dan teman untuk ikut peduli. "Bisa diviralkan lewat akun media sosial masing-masing,"senyum Wali Kota Rizal Effendi.
Balikpapan adalah kota kedua di Kalimantan yang menerapkan aturan pelarangan kantong plastik belanjaan di supermarket ini. Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, larangan itu sudah berlaku selama 2 tahun.(*)