Samarinda (ANTARA Kaltim) - Industri pupuk di Tanah Air mengharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus terkait harga gas agar mampu bersaing dengan industri pupuk mancanegara dan sekaligus menekan biaya produksi yang kini cukup tinggi.
"Kalau kami inginnya harga gas untuk industri pupuk bisa 1-3 dolar AS per million metric British thermal unit (MMBTU), seperti halnya yang didapat industri pupuk di beberapa negara. Sekarang ini harga gas yang kami bayar berkisar 6-8 dolar AS per MMBTU," kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat usai menghadiri pembukaan Rembuk Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional 2016 di Samarinda, Kaltim, Jumat.
Aas Asikin menjelaskan gas menjadi bahan baku utama industri pupuk, karena menyerap sekitar 70 hingga 80 persen komponen biaya produksi.
"Kalau harga gas mahal, subsidi yang harus dikeluarkan juga tinggi dan sulit bersaing dengan industri pupuk di luar negeri yang biaya operasionalnya lebih efisien karena harga gasnya lebih murah," tambahnya.
Sebagai salah satu industri strategis dalam mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, lanjutnya, sudah seharusnya pemerintah juga membantu kelangsungan industri pupuk agar lebih efisien dan berdaya saing tinggi dengan mengeluarkan kebijakan khusus soal harga gas.
"Industri pupuk menjadi bagian penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional," ujar Aas Asikin.
PT Pupuk Indonesia merupakan induk perusahaan milik negara (BUMN) sektor pupuk yang memiliki sejumlah anak perusahaan dengan mengoperasikan 14 pabrik urea dan 13 pabrik amoniak yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Menurut Aas Asikin, langkah revitalisasi terus dilakukan PT Pupuk Indonesia terhadap beberapa pabrik lama untuk meningkatkan efisiensi, seiring tingginya harga gas.
"Beberapa pabrik yang kita operasikan penggunaan energinya lumayan boros, sehingga dengan program revitalisasi hal itu bisa ditekan. PKT (Pupuk Kaltim) sudah selesai, Pupuk Sriwijaya di atas 90 persen, begitu juga dengan Petrokimia Gresik.
Ia menambahkan mesin produksi pabrik lama penggunaan gasnya bisa berkisar 25-30 MMBTU per ton pupuk, sementara pabrik baru sekitar 22-26 MMBTU per ton pupuk.
"Selisihnya lumayan besar. Investasi untuk revitalisasi memang besar dan itu per pabrik, seperti misalnya di PKT menghabiskan investasi sekitar Rp8 triliun hingga Rp9 triliun," tuturnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) meminta harga gas bisa diturunkan menjadi sebesar 2 hingga 4 dolar AS per MMBTU sesuai dengan mayoritas harga di dunia.
"Kami minta harga gas untuk industri pupuk disesuaikan dengan harga gas di dunia, karena harga 2-4 dolar AS itu sesuai dengan nilai keekonomian," kata Sekjen APPI Dadang Heru Kodri di Jakarta, Kamis (22/9).
Dadang menilai harga gas untuk pupuk di Indonesia saat ini sebesar 6,26 dolar AS per MMBTU lebih mahal dari Malaysia yang harganya hanya 4 dolar AS per MMBTU dan Timur Tengah yang harganya 3 dolar AS per MMBTU.
Dengan harga gas 2-4 dollar AS per MMBTU, subsidi pemerintah untuk pupuk diprediksi akan lebih optimal, mengingat porsi biaya gas sekitar 72 persen dari total biaya produksi pupuk. (*)