Samarinda, 12/7 (ANTARA Kaltim) - Salah seorang pengrajin batu akik yang pada 2012 lalu dibina dari eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd), kini sudah mampu mandiri, bahkan telah memiliki sejumlah pekerja dan membina banyak orang.
"Tahun 2012 kami mendapat pembinaan sebagai perajin batu akik oleh pengurus PNPM-MPd di Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur," ujar M Kirmani, seorang pengrajin batu akik di Kutai Kartanegara, ketika ditemui di Tenggarong, Minggu.
Setelah mendapat pelatihan sebagai pengrajin batu akik, lanjutnya, di tahun itu juga dia mendapat pinjaman modal untuk pengembangan usaha senilai Rp10 juta.
Pinjaman tersebut kemudian digunakan untuk membeli mesin pemotong dan penghalus batu, termasuk untuk keperluan lain guna mendukung usaha berjualan batu mulia tersebut.
Saat itu, katanya, batu akik belum tenar seperti sekarang baik di Tabang, Tenggarong, Samarinda, maupun di kota-kota lain di Indonesia sehingga peminatnya juga masih sedikit dan penghasilan kotornya waktu itu juga masih minim yang hanya Rp300 ribu per hari.
Di akhir 2012, dia mencoba mengadu nasib ke Tenggarong, Ibu Kota Kutai Kartanegara. Dia kemudian menyewa lapak di Pasar Tangga Arung, Tenggarong, untuk menjual batu akik, tetapi penghasilannya juga hampir sama dengan ketika di Tabang karena saat itu masyarakat belum demam batu akik.
Di awal 2013, dia mulai meraup keuntungan lebih besar karena masyarakat sudah mulai banyak yang menyukai batu mulia (gemstone), bahkan jumlah pengrajin dan penjual batu akik juga terus bertambah.
"Pertama saya jual gemstone di pasar Tangga Arung, jumlah pembelinya masih sedikit dan hanya saya satu-satunya yang jualan gemstone di pasar itu, tapi sekarang sudah ada 40 kios di pasar itu yang menjual gemstone. Jumlah pembelinya juga gak terhitung per hari," katanya.
Dia mengaku pada 2013 hingga 2014 pendapatan sebagai pengrajin batu akik di atas Rp1 juta per hari, tetapi seiring banyaknya penjual gemstone baik di Pasar Tangga Arung maupun di lokasi tertentu di Tenggarong, pendapatannya mulai menurun pada kisaran Rp1 juta per hari.
Tetapi baginya hal itu bukan masalah karena keuntungannya masih besar dibanding harus bisnis lain. Lagi pula dia mengaku tidak takut kalah bersaing dengan pengrajin lain karena masing-masing orang memiliki khas tersendiri dalam memilih batu akik, bahkan dia telah melatih lebih 30 orang yang kini telah menjadi pengrajin gemstone.
Sebagian besar batu yang dijual merupakan batu khas yang diperoleh di Kutai Kartanegara, seperti fosil ulin, kelulut, badar besi, red Borneo, dan berbagai jenis batu akik lainnya.
"Meskipun kini PNPM sudah tidak ada lagi, tapi saya tidak bisa melupakan jasa pengurusnya, karena berkat pelatihan dan pinjaman modalnya di tahun 2012 lalu, kini usaha saya lebih baik," katanya. (*)