Balikpapan (ANTARA) - Tragedi tenggelamnya enam anak di kubangan air Km 8, Graha Indah, Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, membuka kemungkinan pertanggungjawaban hukum bagi pengembang di kawasan itu.
"Pihak pengembang dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana maupun perdata, tergantung hasil penyelidikan polisi dan proses pengadilan,” kata Agus Amri, salah seorang pengacara di Balikpapan, Sabtu.
Dasar pidana merujuk pada Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur kelalaian hingga menyebabkan orang lain meninggal dunia. “Barang siapa karena salahnya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun,” bunyi pasal tersebut. Kelalaian yang dimaksud antara lain tidak adanya pagar pengaman, tidak memasang tanda peringatan, serta membiarkan area berbahaya terbuka dan dapat diakses masyarakat.
Selain pidana, keluarga korban juga dapat menempuh gugatan perdata dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Gugatan ini memungkinkan tuntutan ganti rugi atas kerugian materiil maupun immateriil yang dialami keluarga korban.
Agus Amri saat berbicara di dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Balikpapan menambahkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menegaskan kewajiban pengembang menyediakan dan mengelola prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Selama PSU belum diserahkan kepada pemerintah daerah, tanggung jawab penuh tetap berada di tangan pengembang.
“Jika area galian merupakan bagian dari PSU yang belum diserahkan, maka mutlak menjadi tanggung jawab pengembang untuk mengamankan dan menutup lokasi berbahaya,” ujarnya.
Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) juga membuka ruang sanksi pidana maupun administratif. Pasal 99 UU PPLH mengatur ancaman pidana penjara hingga tiga tahun dan denda Rp3 miliar bagi kelalaian yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin lingkungan, hingga denda administratif.
“UU PPLH menjadi landasan hukum yang kuat untuk menjerat pengembang karena ada kewajiban hukum untuk mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin keselamatan,” tegas Agus Amri.
Pemerintah Kota Balikpapan bersama DPRD menegaskan akan mengawal proses hukum dan regulasi lingkungan, memastikan pengembang menjalankan tanggung jawab penuh atas dampak pembangunan perumahan.
Sebelumnya, sehari setelah kejadian, PT Sinar Mas Wisesa selaku pengembang Grand City Balikpapan menyerahkan santunan masing-masing Rp15 juta untuk setiap korban kepada keluarganya disaksikan Camat Balikpapan Utara Umar Adi, Lurah Graha Indah, Ketua RT 68 dan RT 37.
Pada kesempatan itu juga Kepala Divisi Kalimantan dan Sulawesi Sinar Mas Limjan Tambunan dan Kepala Bagian Pengadaan Lahan, Perizinan, dan Keamanan Samuel Piratno menyampaikan belasungkawa mendalam serta komitmen melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain santunan, pengembang memasang pagar seng sepanjang 120 meter di sekitar kubangan sebagai pengamanan awal.
“Yang penting ada pagar agar kejadian ini tidak terulang lagi,” kata Laili, perwakilan para keluarga korban. ***
