Balikpapan (ANTARA) - Program penghijauan PT Berau Coal memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pertanian berkelanjutan, salah satunya melalui pengembangan budidaya kakao.
Social Enterprise Coordinator PT Berau Coal, Muhammad Masyhuri, di Balikpapan, Selasa, mengatakan program budidaya kakao di Kabupaten Berau telah dimulai sejak tahun 2010.
Langkah awal yang dilakukan adalah peningkatan kompetensi petani, mulai dari teknik penanaman dan perawatan yang benar hingga pemilihan bibit unggul.
"Pada tahap awal pada 2010-2015 kami fokus pada pengembangan dan edukasi petani tentang cara menanam kakao. Namun setelah 2016, kami menyadari bahwa petani menghadapi tantangan pascapanen, seperti ketidaktahuan mengenai pengolahan biji kakao," kata Muhammad Mashuri saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi Teknis Pangan Untuk Penghijauan Tahun 2024.
Pendampingan terus berlanjut dengan edukasi fermentasi biji kakao untuk meningkatkan kualitas hasil panen. Pada tahun 2017, PT Berau Coal mendirikan Berau Cocoa, sebuah entitas yang mengelola sektor hulu hingga hilir kakao. Entitas ini membantu petani memasarkan produk, sehingga petani tidak lagi bingung kemana mereka memasarkan produknya.
Masyhuri menambahkan bahwa sejak 2018 hingga 2024 PT Berau Coal bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) di Jember untuk melakukan evaluasi dan pengembangan kebun kakao.
"Kami menerima rekomendasi mengenai klon unggul yang sesuai dengan kondisi di Berau, mengeliminasi klon yang kurang produktif, dan memperbanyak klon unggulan," jelasnya.
PT Berau Coal juga mulai mengeksplorasi pasar internasional. "Tim dari Prancis pernah mengunjungi kebun kami. Walaupun saat itu belum musim panen, potensi pasar kakao untuk skala internasional sangat besar," ujarnya.
Melihat potensi kakao yang besar, PT Berau Coal terus berkomitmen untuk mengembangkan kebun secara eksponensial. Komitmen ini didukung oleh top manajemen, kolaborasi dengan lembaga pendidikan seperti Poltek Sinar Mas dan SMK di Kabupaten Berau, serta sinergi dengan pemerintah daerah.
"Program ini terintegrasi dengan reklamasi pascatambang dan program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Penilaian PROPER dari pemerintah juga menjadi indikator kinerja lingkungan yang kami pertahankan," tambahnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan NGO dalam pengembangan kakao.
"Kolaborasi adalah kunci kesuksesan. Kami juga ingin generasi petani kakao masa depan berasal dari generasi milenial, mengingat mayoritas petani saat ini berusia di atas 50 tahun," katanya.
Masyhuri berharap pengembangan kakao dapat menjadi salah satu pendorong transisi ekonomi di Kabupaten Berau. Dengan pasar yang jelas dan harga kakao yang terus meningkat sepanjang tahun 2024, program ini diharapkan mampu memperkuat perekonomian lokal sekaligus mendukung upaya penghijauan di wilayah Berau.