Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota Fraksi Demokrat DPRD Kaltim Puji Astuti menyatakan eksploitasi SDA Kaltim yang dirasa perlu diimbangi dengan pertumbuhan SDM daerah tersebut."Sumber daya alam di Kaltim yang luar biasa, pasti akan habis. Apalagi sekarang harga batu bara merosot dan produksi minyak mengalami penurunan. Kita harus berhati-hati.
Di samping sumber daya alamnya, kita harus mengimbangi juga sumber daya manusianya. Terutama adalah ekonomi kreatif yang harus terus disupport. Hal tersebut terlihat dari penurunan dana perimbangan 48 persen atau sekitar 2,8 triliun rupiah. Itu angka luar biasa," imbuhnya.
Soal kenaikan pendapatan asli daerah (PAD) yang dianggap semu sebagaimana diutarakan Fraksi Demokrat dalam Pemandangan Umum untuk menanggapi Pengantar Nota Keuangan RAPBD baru-baru ini, dirinya mengatakan, "Pendapatan dari pajak daerah itu nantinya tidak akan terus begitu. Harus memperhatikan pula daya saing dari luar, karena itu eksploitasi SDA harus dikurangi," jelasnya.
Dirinya mengutarakan jawaban yang dirasa normatif mengenai nota penjelasan keuangan APBD 2015 sudah menjadi indikator bahwa Kaltim harus lebih berhati-hati dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Menurutnya harus disertai peningkatan SDM khususnya ekonomi kreatif.
"Membangun memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun pembangunan harus ada prioritas. Misalnya pembangunan SDM," ungkapnya.
Soal pembangunan SDM dari pilar pendidikan dirinya memaparkan "Kita dari lulusan SD tahun 2013 melanjutkan ke SMP saja sudah terpaut ada sekitar 6.000-8.000 yang memilih untuk tidak melanjutkan. Dari analisis data, ketika lulusan SD mencapai 35.000 orang, tetapi kursi yang tersedia di SMP 28.000. Berarti ada gap. Dari SD ke SMP persentase yang melanjutkan semakin menyusut drastis dari tahun ke tahun.
SMP ke SMA mungkin juga seperti itu karena biasanya SMA hanya berada di kabupaten atau kota. Kabupaten yang terpelosok biasanya menjadi kendala akses untuk memperoleh pendidikan," paparnya sambil memberikan contoh sekolah yang dibangun sejak tahun 1987 yang ditinggalkan muridnya karena kondisi bangunan yang sudah tidak layak.
Menurutnya, ada tanda tanya besar mengapa tidak melanjutkan. Apakah karena infrastruktur yang tidak memadai seperti sekolah yang jaraknya sukar ditempuh, orang tua yang tidak menyadari pentingnya pendidikan, atau mungkin pemerintah kurang memberikan penjelasan mengenai pentingnya sekolah, adalah hal yang perlu dikaji untuk kebijakan selanjutnya.
Menurutnya kebijakan anggaran 20% pendidikan itu harus dimaksimalkan untuk menjadi solusi permasalahan tersebut.
Hal yang dianggap menjadi faktor tersebut tentunya terkait kebijakan dalam peningkatan ekonomi. Selain sumbanngsih pendidikan,infrastruktur dari rumah menuju jalan ke sekolah dan kesadaran orang tua.
Membangunkan kesadaran orang tua artinya pemerintah harus ada upaya penyuluhan, bahwa undang undang mewajibkan belajar 12 tahun.
"Kalau anak tidak sekolah, anak tersebut akan mungkin melakukan hal-hal tidak diinginkan yang mengarah kepada pelanggaran hukum. Bila perlu adanya regulasi untuk menindak hukum bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya," katanya.
"Semisal anak yang harus bekerja di bawah umur harus diberikan kesadaran. Di samping itu juga pendidikan harus ada pelayanan infrastruktur yang menarik, yang membuat anak jadi tertarik untuk bersekolah," tutupnya. (Humas DPRD Kaltim/adv/ast/oke)