Balikpapan (ANTARA) - Wakil Ketua III DPRD Kota Balikpapan Laisa Hamisah mendukung langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim untuk memberantas judi daring atau judi online (judol) di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN)
"Saya pribadi sangat mendukung pemberantasan tindakan tersebut apalagi untuk kalangan ASN," kata Laisa, di Balikpapan, Minggu (30/6/2024).
Menurut Laisa, judol memberikan dampak yang luar biasa buruk, baik bagi diri sendiri, orang lain, serta keluarga.
"Sudah banyak contohnya yang bisa disaksikan, dari judol orang bisa bangkrut, bercerai sama pasangan dan lain sebagainya," katanya.
Laisa mengemukakan, sanksi bagi ASN yang kedapatan bermain judol sudah di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021. Dalam peraturan tersebut sanksi yang akan diterima ASN apabila melanggar.
"Bila diterapkan di Kota Balikpapan, itu lebih baik agar tidak ada judol di kalangan ASN," ujarnya.
Dia juga mendukung apabila Pemkot Balikpapan melakukan pemeriksaan terhadap Handphone milik ASN di lingkungan Pemkot Balikpapan.
"Tentu saja ini langkah yang tepat untuk menjadikan ASN di Balikpapan bebas dari judol," ungkapnya.
Terkait hal itu Walikota maupun Sekda bisa memberikan arahan terhadap ASN terlebih dahulu tentang sanksi berat yang akan diterima apabila kedapatan bermain judol.
Menurutnya untuk pelacakan apakah ASN ada yang bermain judol biar kepolisian dalam hal ini unit siber yang melakukannya.
Sebelumnya, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalimantan Timur menggandeng Kepolisian Daerah (Polda) setempat guna meretas aksi judol yang tengah marak saat ini.
"Pentingnya upaya kewaspadaan terhadap dampak negatif yang muncul dari digitalisasi, khususnya judol. Meskipun digitalisasi membawa banyak manfaat, kita tetap harus berhati-hati dan tidak membesar-besarkan sisi negatifnya," ucap Kepala Diskominfo Kaltim Muhammad Faisal.
Ia juga menekankan Diskominfo Kaltim, yang bekerja secara terpusat dengan Kementerian Kominfo RI memiliki peran penting dalam menangani aduan terkait konten negatif.
"Kami berkoordinasi dengan Polda untuk polisi siber dan melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak terjerumus ke dalam efek negatif dari digitalisasi," ujarnya.
Dalam menghadapi tantangan ini, Faisal membandingkan fenomena judol dengan pandemi COVID-19, di mana masyarakat harus proaktif dan tidak hanya bertahan, tetapi juga menyerang dengan tindakan pencegahan seperti cuci tangan dan physical distancing.
"Sama halnya dengan judol atau pornografi, kita harus aktif menghindari dan mengingatkan lingkungan terdekat kita agar tidak terjerumus ke dalam kecanduan," ujar Faisal.
Faisal menyoroti peningkatan literasi digital di Kaltim, yang tercermin dari peringkat ketiga nasional dalam indeks literasi digital pada tahun 2022 dan 2023, serta peringkat keempat dalam indeks masyarakat digital.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat Kaltim sudah memiliki literasi yang baik dan tidak mudah terjerumus," ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa penipuan online tidak hanya menargetkan masyarakat awam, tetapi juga pengusaha yang mapan, lantaran sekarang semua segmen masyarakat menjadi sasaran.
"Lebih dari 300 kasus di Indonesia dan sekitar tujuh kasus judol di Kaltim pada tahun 2024, semua komponen masyarakat di Kaltim untuk saling mengingatkan dan berhati-hati terhadap kejahatan daring," kata Faisal.