Paser (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser mengakomodir pasal kemitraan antara pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan toko swalayan.
pada rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pengendalian pusat perbelanjaan dan toko swalayan yang saat ini sedang dibahas.
"Pasal kemitraan UMKM dan toko swalayan sudah disepakati dalam pembahasan," kata Wakil Ketua Pansus Raperda Abdul Azis usai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan pelaku UMKM, toko swalayan dan perangkat daerah di gedung DPRD Paser, Senin (10/6).
Dengan adanya pasal kemitraan ini, kata Abdul Azis, maka pelaku UMKM dapat memasarkan produknya di toko swalayan.
Ia menjelaskan, sebenarnya pokok masalah dalam Raperda tersebut, adalah ketentuan jarak dan kuota toko swalayan. Awalnya, ketentuan jarak antar toko swalayan di Raperda yang lama adalah 1 Kilometer namun dalam Raperda perubahan ketentuan jarak berubah menjadi 500 meter. Hal itu untuk mengakomodir pelaku usaha lokal ikut di dalam usaha .
"Demikian juga dengan kuota toko swalayan yang dalam perda yang lama dibatasi, sementara dalam raperda ini ada usulan agar toko swalayan tidak perlu dibatasi dengan tetap mempertimbangkan perkembangan kota," katanya.
Dalam RDP tersebut, Ketua Pansus Yaerus Pawe sempat mempertanyakan alasan penambahan kuota toko swalayan yang bisa dibangun dari 20 unit menjadi 25 unit.
" Di Perda yang lama, maksimal jumlahnya hanya dua puluh, sementara di Raperda sekarang dibahas menjadi 25 unit, ' kata Yaerus.
Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaeten Paser, Totok Ifrianto, menjelaskan terkait penambahan itu dirinya tidak bisa memberi penjelasan karena pada saat itu ia belum menjabat sebagai Kepala DPMPTSP.
Namun ia memberi sejumlah pertimbangan terkait kuota maksimal. Menurutnya, di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 tahun 2022, pembatasan kuota tidak dilampirkan dalam Perda.
“Kuota tidak dimasukkan dalam Perda. Kami hanya melakukan filter di jarak. Jarak tidak diatur, sementara kuota diarahkan tidak masuk dalam Perda. Takut nanti ada monopoli pelaku usaha,” ucap Totok.
Soal jumlah toko swalayan, kata dia, hal itu menyesuaikan wilayah masing-masing dengan melihat perkembangan kota.
"Misalnya berapa kuotanya untuk kebutuhan toko swalayan dengan perkembangan kota saat ini, kalau dibatasi khawatir akan berdampak pada kebebasan berusaha,” kata Totok.
Sementara itu Arbani perwakilan paguyuban pedagang UMKM mengatakan dari UMKM sudah melengkapi apa saja persyaratan dan standarisasi untuk bermitra dengan toko modern untuk produk UMKM yakni dengan sistem titip jual dan mendapat outlet di toko modern.
"Jadi tidak ada alasan toko modern untuk menolak. Tentunya dengan adanya Perda ini nantinya menjadi tempat bernaung kami untuk kemajuan usaha UMKM dan Pasar usaha tradisional, " katanya. (Adv)