Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Wakil Ketua DPRD Kaltim Agus Santoso mengatakan, fenomena pertumbuhan ekonomi saat ini menimbulkan konsekuensi liberalisasi perdagangan yang suka atau tidak suka menimbulkan persaingan pasar bebas yang kadang dinilai tidak berimbang. Kemunculan waralaba supermarket dan minimarket modern membawa konsekuensi logis efek sosial dan ekonomi terutama bila dihadapkan pada eksistensi pasar tradisional yang umumnya diisi oleh pedagang kecil dan menengah.
"Menjamurnya toko modern menyebabkan pasar tradisional terus merugi. Ini tidak sejalan dengan tujuan pemerintah sesuai Peraturan Perundang-Undangan No.112 Tahun 2007 tentang Pembinaan dan Penataan Pasar Tradisional. Juga penekanan yang akan menjadikan pasar tradisional sebagai pusat perekonomian warga,†kata politikus PDI-P ini di sela-sela uji publik Raperda Perlindungan Pasar Tradisional dan Toko Modern di Hotel Jatra, Balikpapan, Sabtu (24/5).
Dalam perspektif ekonomi nasional, kata Agus, menjamurnya toko modern lebih mencerminkan aliran ekonomi kapitalisme dan liberalisme yang lebih mementingkan para pemilik modal dan penguasa. Bertentangan dengan aliran ekonomi Indonesia yang menganut ekonomi campuran atau lebih tepatnya disebut ekonomi kerakyatan. Meski di sisi lain persaingan ekonomi yang memang bertujuan profit oriented memerlukan campur tangan kuat pemerintah untuk mengatur regulasi ekonomi.
"Uji Publik Raperda Perlindungan Pasar Tradisional dan Toko Modern yang khusus mengatur keberadaannya di wilayah teritorial dan hukum Kalimantan Timur, hendaknya tetap memperhatikan koridor aliran ekonomi bangsa Indonesia yang berorientasi ekonomi kerakyatan. Perda ini harus jelas keberpihakannya kepada masyarakat sebagai pelaku pasar tradisional, tanpa mengabaikan hak-hak dan kewajiban pengelolaan pasar modern itu sendiri,†harap Agus.
Lebih lanjut Agus mengatakan, terkait keberadaan pasar tradisional dan campur tangan pemerintah seyogianya pemkab/pemkot mampu memberdayakan para pedagangnya. Pemberdayaan tersebut misalnya pelatihan manajemen maupun pemberian modal, sehingga prospek ekonomi kerakyatan melalui bisnis pasar tradisional itu semakin cerah.
"Para kaum kapitalis harus dibatasi atas kegiatan ekonomi yang menyentuh dan bersinggungan langsung dengan pasar tradisional sebagai simbol utama ekonomi kerakyatan, mengoperasionalkan gagasan ini perlu memperhatikan banyak hal,†sebutnya.
Agus menerangkan hal yang perlu diperhatikan bagi pedagang pasar tradisional yaitu perlu didorong dan dibuatkan satu organisasi agar saling terbuka akses komunikasi dan transaksi dengan pembeli secara sederhana, mudah, namun optimal.
Selain itu perlu dibentuk organisasi semacam pengurus Persatuan Pedagang Pasar Tradisional (P3T) yang dapat difasilitasi oleh pemkab/pemkot maupun inisiatif para pedagang.
"Sebab bagi DPRD Kaltim, kami tak ingin ekonomi masyarakat Kalimantan Timur dikuasai sepenuhnya toko modern. Sesuai amanat UUD 45, yang menikmati kemajuan ekonomi adalah masyarakat bukan pemodal,†urainya.
Agus juga mengingatkan agar dana revitalisasi pasar tradisional perlu mendapat porsi besar dalam penyusunan APBD Provinsi Kaltim maupun APBD kabupaten/kota.
Dana itu untuk renovasi besar-besaran atas keberadaan pasar tradisional yang cenderung kumuh dan tidak sehat.Untuk mewujudkan semua ini, baik isi dari perda maupun poin-poin penting lain yang berkaitan hak-kewajiban para pelaku Pasar Tradisional, perlu merekomendasikan pembentukan satu tim sosialisasi yang bentuk dan sifatnya dapat diatur tersendiri dalam pengesahan perda dalam waktu yang tidak lama lagi.
“Tentu harapannya perda ini bisa menjadi perda yang betul-betul aplikatif sebagaimana harapan dari dibentuknya perda ini agar bisa menjadi aturan yang dapat mempertahankan eksistensi keberadaan pasar tradisional,†kata Agus.
Hadir dalam uji publik tersebut sejumlah anggota DPRD, yakni Siti Qomariah, M Adam, Ichruni Luthfi Sarasakti, Puji Astuti, Rakhmad Majid Gani, Jawad Sirajuddin, Waris Husain, dan Zain Taufik.
Ada juga Masitah Assegaf, Encik Widyani, Suwandi, Kasriyah, Yakub Ukung, Hermanto Kewot dan Sekretaris DPRD Fachruddin Djaprie. (Humas DPRD Kaltim/adv/lia/dhi)