Samarinda (ANTARA) -
Ratusan pemuda Samarinda yang tergabung Voice Of Democracy Indonesia (Vodem.id) berkolaborasi dengan Forum Indonesia Muda (FIM) menyoroti upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia politik menyongsong pesta demokrasi tahun 2024, serta membangun eksistensinya dalam kancah perpolitikan daerah maupun nasional.
"Perempuan masa kini harus berani bersuara dalam kancah perpolitikan," tegas Ketua Perempuan Mahardika Samarinda Refinaya J dalam Diskusi publik di Samarinda, Minggu.
Dalam diskusi tersebut Refinaya memaparkan bahwa perempuan mesti memiliki kecerdasan dan kesadaran politik untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Sedangkan Kasi Kesetaraan Gender Bidang Politik dan Hukum DKP3A Kaltim Anna Susilawaty berbicara tentang pengarusutamaan gender dalam kebijakan publik.
"Perempuan masih menghadapi berbagai bentuk kekerasan, baik di rumah tangga maupun di ruang publik," kata Anna.
Ia menyarankan agar perempuan mendapatkan edukasi dan sosialisasi tentang kesetaraan gender dan regulasi pengarusutamaan gender. Ia juga menekankan pentingnya menghindari pernikahan dini dan golput.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kaltim Hari Dermanto menjelaskan peran kelembagaan dalam kesetaraan gender dalam dunia politik.
"Hampir semua partai di Kaltim memenuhi keterwakilan caleg perempuan 30 persen," kata Hari.
Ia juga menyampaikan bahwa Bawaslu Kaltim bertransformasi dalam membuat perempuan berdaya, melahirkan regulasi yang mendukung peran serta perempuan, serta membangun kompetensi perempuan melalui literasi.
"Kami mengajak perempuan untuk mendapatkan pendidikan politik dan tidak golput," seru Hari.
Selanjutnya, Komisioner KPU Samarinda Nina Mawaddah mengungkapkan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2017 mengatur keterwakilan perempuan dalam caleg politik, legislatif.
"Ada sistem zipper yang mengharuskan partai menempatkan perempuan secara bergantian dalam daftar caleg," jelas Nina.
Ia menyebutkan bahwa partisipasi perempuan sebagai pemilih pada 2019 lebih besar daripada laki-laki.
Dikemukakannya KPU Samarinda bekerja sama dengan Badan Kesbangpol untuk memberikan edukasi kepada perempuan tentang teknis kepemiluan.
Ia juga mengharapkan partai politik melakukan kaderisasi dengan sekolah politik dan memberdayakan perempuan.
Selanjutnya Dosen Ilmu Politik Universitas Mulawarman Yayuk Anggraini menyampaikan materi perspektif akademisi dalam diskusi itu . Ia menegaskan bahwa perempuan sangat penting dan mustahil tidak diperhitungkan dalam perpolitikan Indonesia.
"Kami mengamati bahwa ada kenaikan persentase keterwakilan perempuan di legislatif dari 1999 hingga 2019," sebutnya.
Ia mengatakan perempuan membutuhkan modal politik untuk berkiprah di dunia politik. Empat modal politik menurut Pierre Felix Bourdieu, yaitu modal ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik.
"Perempuan untuk sibuk berjejaring dan memperluas koneksi untuk menumbuhkan kepercayaan diri mereka menghadapi tantangan politik, " sarannya.
.
.