Samarinda (ANTARA) - Polresta Samarinda menggelar konferensi pers terkait kasus pencabulan seorang pelaku berinisial SY (72) yang mencabuli cucu sendiri berusia 17 tahun, di mana pelaku dijerat pasal berlapis tentang perlindungan anak dan pasal kekerasan seksual, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun ditambah 20 tahun.
“Pelaku sudah kami amankan sejak Sabtu (18/2) lalu dan setelah olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), maka pelaku kami jerat pasal pasal 76 D dan E UU RI No 25 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak dan UU No 12 Tahun 2022 Tentang Kekerasan Seksual,” beber Wakapolresta Samarinda AKBP Eko Budiarto di Mapolsek Sungai Pinang Samarinda, Senin.
Ia menerangkan kronologi kejadian, awal pelaku menjalankan aksinya dimulai sejak Agustus 2022, dilakukan setiap hari Sabtu dan Minggu, di mana tindakan tersebut dilakukan di sebuah pondok kebun milik SY di Jalan Belimau Lempake, dengan korban adalah cucu sendiri yang merupakan anak penyandang disabilitas.
Lanjutnya, pada bulan yang sama, SY mencabuli cucunya sebanyak tiga kali setiap malam minggu, dengan kondisi korban masih bersekolah, dan setiap malam minggu SY selalu mengajak cucunya ke kebun.
“Ada pun motif pelaku melakukan tindakan pencabulan tiada lain memenuhi nafsu birahi yang ingin disalurkan sang kakek sepeninggal istrinya, dengan menyalurkan syahwatnya kepada sang cucu,” ungkap Eko.
Dikemukakannya, korban memang tidak melakukan perlawanan dikarenakan kondisinya yang disabilitas dan memang perlu penanganan khusus, sehingga hanya dengan iming-iming uang Rp20 ribu, korban lantas mau menuruti kemauan pelaku.
Terus dikatakannya, aksi tidak beradab SY tersebut lantas diketahui oleh orang tua si korban yang heran melihat perubahan fisik pada anaknya, dengan kecurigaan tersebut, orang tua korban pun melaporkan pelaku ke Kantor Polsek Sungai Pinang Kecamatan Samarinda Utara.
“Akibat perbuatan asusila sang kakek, kini korban sudah berbadan dua dengan usia kehamilan tujuh bulan dan terpaksa berhenti dari sekolahnya di SLDB atau setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA),” tutur Eko.
Sementara itu, berdasarkan pengakuan SY, korban setiap malam minggu kerap diajak ke pondokan kebun miliknya, awalnya jam 04.00 WITA dia tertidur, setelah terbangun minta dibuatkan mie dan minta tidur di kamar SY.
“Saya sebenarnya tak tega melakukan itu, saya sudah sering mengatakan ke dia buat pergi saja tapi tak juga di gubris,” cerita SY yang sudah memiliki enam anak, sembilan cucu dan satu cicit.