Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) melepasliarkan lagi enam ekor orangutan, Senin hingga jumlahnya genap 100 orangutan sejak 2012.
"Kami dedikasikan untuk memperingati Hari Habitat Asli Sedunia setiap 7 Oktober," kata drh Agus Irwanto, program manager BOSF.
Keenam orangutan yang dilepasliarkan diberi nama Agus, Mayang, Acong, Siwie, Inge, dan Noel.
Orangutan diterbangkan dari Balikpapan ke Hutan Kehje Sewen di Muara Wahau, Kutai Timur, pada pukul 11.00 Waktu Indonesia Tengah.
Sebelumnya para orangutan dengan didampingi banyak petugas dan staf BOSF bermobil selama satu jam dari Samboja Lestari, 50 km utara Balikpapan ke Bandara Sepinggan.
Hutan Kehje Sewen, tempat pelepasan mereka, berjarak lebih kurang 600 km utara Balikpapan. Perlu 60 menit terbang dengan pesawat Cessna jenis Grand Caravan dari Balikpapan dan mendarat di Bandara Muara Wahau di Miau.
Setelah itu para orangutan melanjutkan penerbangan ke Kehje Sewen dengan helikopter selama 50 menit berikutnya.
Karena jarak dan moda tranportasi ini, perlu tidak kurang dari Rp600 juta sekali melepaskan mereka," kata drh Agus.
Sehari sebelumnya, pada Minggu (13/10) kemarin, BOSF juga melepaskan Emerson, jantan berusia 26 tahun yang rentang tangannya mencapai 180 cm.
Sebelumnya para orangutan ini diselamatkan dari berbagai keadaan, umumnya dari pengalihan fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Seluruh orangutan yang dilepasliarkan sudah lulus dari Sekolah Hutan, program pendidikan meliarkan orangutan yang dibuat BOSF.
Di sekolah itu, semua orangutan diajarkan mulai dari cara memanjat pohon, jenis-jenis makanan yang tersedia di dalam hutan, hingga cara membuat sarang.
Keterampilan tertinggi itu membuat sarang, sebut drh Agus. Bila sudah bisa membuat sarang, kemudian konsisten selama 200 jam observasi, orangutan itu pun segera menjadi kandidat untuk dilepasliarkan.
Masih ada sekitar 500 lebih orangutan di Samboja Lestari. Dari jumlah itu, 75 persennya masih bisa diliarkan kembali.
Hutan Kehje Sewen sendiri adalah hutan sekunder bekas hutan produksi. Namun karena kontur medannya yang ekstrem, kawasan itu masih menyimpan banyak kawasan yang tak tersentuh gergaji mesin.
Hutan ini sekarang dikelola PT Rehabilitasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), perseroan yang dibuat Yayasan BOS khusus untuk itu. (*)