Direktur Keuangan Timah Krisna Sjarif dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan kenaikan laba disebabkan oleh naiknya harga logam timah dan efektivitas perseroan dalam menekan biaya operasional.
"Produksi bijih timah berbiaya rendah dari penambangan offshore akan terus ditingkatkan agar profit margin yang optimal tetap dapat dipertahankan," kata Krisna.
Sepanjang Januari-Maret 2022, emiten dengan kode saham TINS berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp4.4 triliun atau naik 80 persen bila dibandingkan capaian kuartal pertama 2021.
Kinerja laba operasi tercatat sebesar 575 persen menjadi Rp885 miliar dibandingkan kinerja periode yang sama tahun lalu sebesar Rp131 miliar.
Kinerja laba operasi tercatat sebesar 575 persen menjadi Rp885 miliar dibandingkan kinerja periode yang sama tahun lalu sebesar Rp131 miliar.
Krisna menjelaskan kenaikan profitabilitas perseroan terlihat pula dari kenaikan EBITDA sebesar 213 persen menjadi Rp1,1 triliun dari sebelumnya Rp347 miliar.
Posisi nilai aset Timah sebesar Rp14,4 triliun, turun 2 persen dibandingkan akhir tahun lalu yang mencapai Rp14,7 triliun.
Sementara itu, posisi liabilitas tercatat sebesar Rp7,4 triliun atau turun 12 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2021 sebesar Rp8,4 triliun, sedangkan posisi ekuitas naik 11 persen menjadi Rp7,0 triliun dibandingkan posisi akhir tahun 2021 sebesar Rp6,3 triliun.
Posisi cash flow operasi perseroan naik 111 persen menjadi Rp2,1 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp0,9 triliun. Pinjaman bank dan utang obligasi turun signifikan menjadi Rp3,7 triliun dari sebelumnya Rp5,1 triliun.
Indikasi kenaikan performa finansial perseroan terlihat dari beberapa rasio, seperti quick ratio sebesar 44 persen, current ratio sebesar 153 persen, gross profit margin sebesar 25 persen, net profit margin sebesar 14 persen, debt to asset ratio sebesar 26 persen, dan debt to equity ratio sebesar 53 persen.
Sepanjang kuartal I 2021, produksi bijih timah sebanyak 4.508 ton atau turun 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.037 ton. Dari jumlah itu sebanyak 35 persen atau 1.583 ton berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 65 persen atau 2.925 ton bersumber dari penambangan laut.
Produksi logam timah juga tercatat turun sebesar 8 persen menjadi 4.820 metrik ton dari periode kuartal I 2021 yang mencapai berat 5.220 metrik ton.
Krisna menyampaikan bahwa penjualan logam timah tercatat sebanyak 5.703 metrik ton atau turun 4 persen dibandingkan periode yang sama 2021 sebanyak 5.912 metrik ton.
Harga jual rata-rata logam timah sebesar 43.946 per metrik ton atau naik signifikan 76 persen dibandingkan kuartal pertama 2021 yang hanya sebesar 24.992 per metrik ton.
"Ke depan perseroan terus berupaya untuk meningkatkan volume produksi, sehingga produksi dapat tercapai sesuai RKAP," pungkas Krisna.