“Artinya, teman-teman jurnalis saat ini bisa menjadikan sosok Tirto sebagai legenda yang pemikirannya, keberaniannya selalu menginspirasi. Tidak takut pada kekuatan yang memaksa. Tidak tergoda pada uang atau kekayaan. Dan bahkan berani untuk mengorbankan kehidupan pribadinya,” kata Bima saat meresmikan Jalan RM Tirto Adhi Soerjo di Kota Bogor pada Hari Pahlawan, Rabu (10/11).
Menurut Bima, RM Tirto Adhi Soerjo mengajarkan anak bangsa bahwa jurnalisme bisa menjadi senjata yang paling tajam untuk melawan ketidakadilan dan penjajahan.
Sosok RM Tirto Adhi Soerjo yang seorang nasionalis, kata dia, menjadi poin pesan kedua untuk Bangsa Indonesia memiliki sikap dalam menghadapi ujian nasionalisme Indonesia yang ditarik ke kanan ke kiri.
“Bahwa nasionalisme Indonesia dipersatukan, bukan karena kesamaan agama, bukan karena kesamaan etnis saja, tapi sama nasib sebagai orang-orang yang terjajah dan terperintah,” jelasnya.
Kemudian yang ketiga, Bima mengungkapkan bahwa RM Tirto Adhi Soerjo mengingatkan kepada semua anak Bangsa Indonesia, bahwa republik ini dibangun, didirikan, dipikirkan, dibayangkan dan diperjuangkan oleh kaum terdidik.
“Hari ini, kita sebagian besar dari kita mengenakan pakaian priyayi pada masa itu, kalangan menengah pada masa itu, kalangan terdidik pada masa itu. Yang rela untuk mengesampingkan materi atau kekuasaan, mengejar cita-citanya mendirikan Indonesia dan membela pribumi,” ungkapnya.
Bima Arya bersama perwakilan keluarga tokoh perintis pers nasional sejak zaman Belanda itu, yakni artis Dewi Yull meresmikan nama Jalan RM Tirto Adhi Soerjo di dekat Gelanggang Olahraga dan kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bogor di kawasan Tanah Sareal, Kota Bogor, Rabu, menggantikan nama Jalan Kesehatan.
Kehadiran Dewi Yull merupakan perwakilan keluarga RM Tirto Adhi Soerjo sebagai cicit dari pahlawan nasional dari kalangan pers itu.
Bima Arya dan wakilnya Dedie A Rachim kompak mengenakan busana priyayi yang identik dengan RM Tirto Adhi Soerjo, sebab meski Tirto lahir dari kelas sosial dalam golongan bangsawan, namun selalu membela kepentingan rakyat Indonesia ketika itu.
“Ini adalah peringatan bagi doktor, profesor, bagi kelas menengah di Indonesia hari ini supaya tidak asik sendiri, supaya tidak hanya memikirkan kampusnya saja, bisnisnya saja, keluarganya saja tapi kalangan terdidik Indonesia harus serius memikirkan selalu tentang Indonesia dan masa depan Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, sebagai cicit RM Tirto Adhi Soerjo, Dewi Yull mengaku bangga dan apresiasi kepada pemerintah Kota Bogor yang telah mengabadikan nama kakek buyutnya sebagai nama jalan.
Dewi mengatakan sebelum mendapatkan gelar pahlawan pada 2006, Tirto Adhi Soerjo pernah mendapatkan gelar kehormatan sebagai perintis pers nasional pada tahun 70-an dari pemerintah Republik Indonesia.
Namun, kondisi pada saat itu seperti terlupakan. Sampai akhirnya Pramoedya Ananta Toer penulis novel membuka bagaimana karya-karyanya RM Tirto Adhi Soerjo dibukukan dalam ‘Bumi Manusia’.
“Saya mengucapkan terima kasih, karena sebagai pahlawan nasional, baru pertama kali di Indonesia nama RM Tirto Adhi Soerjo diabadikan sebagai nama jalan. Kebetulan beliau juga dimakamkan di Bogor, banyak berkiprah di Jawa Barat juga,” ungkap Dewi Yull.
Dewi menyatakan menjadikan nama leluhurnya sebagai nama jalan di Bogor akan menjadi semangat baru bagi keluarga untuk mengajak masyarakat menumbuhkan kecintaan terhadap nilai kebangsaan dan nasionalisme seperti yang sempat RM Tirto Adhi Soerjo sampaikan melalui karya tulisnya.
"Buat kami keluarga bukan sekedar menerima penghargaan ini sesaat tapi ini akan menjadi energi bagi keluarga besar dan masyarakat bisa mengetahui jejak langkah RM Tirto," katanya.