Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dikabarkan akan melakukan akuisisi salah satu bank untuk mempermudah perseroan dalam membentuk segmen usaha bank digital yang ditargetkan selesai pada akhir 2021.
Seorang narasumber di Kantor Kementerian BUMN di Jakarta, Senin, menyebutkan bahwa manajemen BBNI sudah mengatakan siap membidik bank yang masih berada di Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) I atau II sebelum peraturan OJK terkait penggolongan bank berubah menjadi kelompok bank modal inti (KBMI) 4.
Pejabat Kementerian BUMN yang mengetahui proses akuisisi tersebut mengatakan, Bank BNI juga akan menggandeng fintech company sehingga dapat ditebak arah BNI mungkin akan membentuk usaha bank digital.
Lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 12 dan 13 tahun 2021, OJK telah memberikan payung hukum yang jelas untuk industri perbankan. OJK mendorong bank untuk terus memperkuat permodalannya. Akibat adanya aturan baru tersebut, bank diminta untuk memiliki modal inti minimum Rp3 triliun.
Sebelumnya, pada saat paparan kinerja kuartal II beberapa waktu yang lalu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, memperkuat permodalan untuk menopang ekspansi bisnis baik secara organik maupun anorganik.
“BNI memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang berjalan salah satunya menjadi digital bank,” katanya.
Meski belum merinci secara lengkap, Royke mengatakan sudah melakukan kajian dan mempersiapkan kriteria tertentu untuk memuluskan langkah perusahaan menjadi bank digital.
Adapun kriteria penting untuk langkah tersebut yaitu pemanfaatan teknologi yang cepat dan agile untuk mengembangkan produk dan layanan yang customer centric.
Sehingga, dibutuhkan pengkajian dan pertimbangan yang matang sebelum perseroan memutuskan untuk melakukan akuisisi tersebut.
Permodalan BNI saat ini sudah dalam posisi yang relatif solid dibanding akhir tahun lalu. Rasio kecukupan modal BBNI hingga Semester I 2021 masih terjaga dengan CAR 18 persen di atas ketentuan minimum 12 persen.
Untuk mengakuisisi suatu bank dengan biaya Rp 2 triliun-Rp3 triliun seharusnya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh BBNI. Ditambah lagi dengan penguatan modal yang telah dilakukan BBNI melalui penerbitan global bond pada tahun ini.
Di sisi lain kinerja keuangan BBNI juga menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BBNI naik 12,8 persen year on year (yoy) menjadi Rp 5,03 triliun.
Kenaikan laba bersih tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan bunga maupun non-bunga lebih dari 15 persen yoy. Total dana murah (CASA) BBNI konsolidasian juga meningkat dobel digit hingga 11,5 persen yoy, seiring deposito yang menurun 8,7 persen yoy.
Tren kenaikan CASA di tengah penurunan deposito membuat biaya dana (Cost of Fund/CoF) yang dikeluarkan oleh BBNI menjadi turun 1,2 poin persentase. Hal inilah yang menyebabkan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan mampu naik 0,4 poin persentase.
Apabila dilihat dari kualitas asetnya, memang ada peningkatan rasio kredit macet (NPL) hingga Semester I tahun ini. Namun demikian rasio Loan at Risk (LaR) BBNI mencatatkan penurunan sebesar 2,2 poin persentase.
Dengan adanya pencadangan yang mencukupi dan NPL coverage ratio hingga 215 persen, maka NPL masih cenderung manageable.
Dari sisi aset penyaluran kredit BBNI juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Penyaluran kredit BBNI hingga paruh pertama tahun ini tumbuh 4,5 persen yoy di tengah pertumbuhan kredit industri perbankan yang cenderung terkontraksi hingga Juni 2021.
Adanya rencana untuk mengakuisisi bank, upaya memperkuat permodalan dengan risiko yang terkalkukasi secara cermat, dan perbaikan kinerja keuangan yang signifikan menjadi katalis positif untuk harga saham BBNI.