Balikpapan (ANTARA) - Sebanyak 15 jurnalis dari Aceh hingga Papua berkesempatan belajar membaca data dan analisisnya mengenai hutan dan alam dengan menggunakan citra satelit yang ditampilkan pada laman yang dikelola Global Forest Watch (GFW) dan didampingi langsung oleh tim GFW.
“Kami ingin teman-teman jurnalis memiliki keterampilan memahami apa yang nampak di layar, mampu menganalisisnya, dan dengan keterampilan jurnalisnya, mengkonfirmasi fakta, hingga menyajikannya di media masing-masing untuk membantu masyarakat dan pihak terkait memahami apa yang sedang terjadi dengan alam dan hutan kita,” jelas Koordinator Global Forest Watch Zuraidah Said, Rabu.
Ke-15 jurnalis belajar dalam format kelas daring selama dua hari pada Selasa-Rabu, 12-13 Oktober 2021.
“Di platform Global Forest Watch dikenalkan bagaimana mengenal berbagai fitur yang disajikan pada dashboard, hingga mendapatkan data dan infografisnya,” lanjut Zuraidah.
Tersedianya data sumber daya alam dan lahan di platform GFW tentunya dapat menjadi sumber informasi status terkini kondisi sumber daya alam dan hutan di Indonesia.
Menurut Zuraidah, data dari platform ini dapat mendukung kebutuhan data oleh jurnalis untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan memahami apa yang sedang terjadi terhadap hutan dan alam seperti yang dilaporkan oleh jurnalis tersebut.
Pemateri dan pelatih jurnalisme data Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) Budi Nurgianto mengatakan, platform ini menyajikan berbagai data terbuka yang cukup detail dan menarik mengenai luasan tutupan pohon, iklim, dan keterangan hutan lainnya.
“Jurnalis bisa mengakses dan mengunduh data tanpa harus menyurati WRI, dan tetap menampilkan sumber datanya. Di Platform ini pun lebih menarik, karena banyak data terbuka yang disajikan, dan bisa diambil dengan bebas,” kata Budi.
Budi juga memberikan kiat membuat laporan jurnalistik berbasis data. Menurut Budi, ada empat tips membangun ide liputan jurnalisme data, di antaranya mampu membaca peta besar data atau data terbuka yang tersedia, membangun kontradiksi antara data, menguji statistik realitas, hingga mampu menyampaikannya dengan apik.
“Jurnalisme data, tentu saja, ialah kerja berbasis data, berbasis statistik. Laporan jurnalis diawali dari memahami data dan polanya, dan kemudian menarasikan atau menceritakannya bagi khalayak. Jurnalisme data membuat laporan lebih obyektif,” papar Budi.
Dengan demikian, diharapkan laporan yang dikerjakan dengan jurnalisme data akan mampu mempengaruhi yang berwenang untuk mengambil kebijakan yang tepat.
“Bahkan, kebanyakan pemangku kebijakan tidak bisa mengelak lagi saat jurnalisme data disajikan,” kata Budi menceritakan pengalamannya.
Ketua SIEJ Rochimawati menambahkan, ke-15 jurnalis diharapkan dapat mempraktikkan ilmu jurnalisme data dan keterampilan analisis data hutan dari GFW dalam tugas jurnalistik sehari-hari, khususnya yang mengangkat isu sumber daya alam dan kehutanan di wilayah kerja masing-masing.
“Harapan, ilmu ini diaplikasikan dan karya dapat dipublikasikan di media masing-masing karena SIEJ juga memberi apresiasi kepada peserta workshop dalam wujud kompetisi jurnalistik,” kata Rochimawati.
Kompetisi jurnalistik terbatas dengan tema “Memantau Kondisi Terkini SDA dan Hutan Indonesia” ini dibuka khusus untuk peserta workshop mulai tanggal 14 Otober – 27 Oktober 2021.
Tiga karya terbaik berdasarkan penilaian juri akan mendapatkan apresiasi masing-masing sebesar Rp 3 juta.
Pengumuman tiga karya jurnalistik pemenang kompetisi ini akan diumumkan pada tanggal 2 November 2021.