Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim mendesak sekaligus juga mendukung polisi untuk menuntaskan kasus-kasus kekerasan yang dialami pekerja pers dalam menjalankan tugasnya.
"Kekerasan kepada wartawan adalah sama saja dengan melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang," tegas Ketua AJI Kota Balikpapan SG Wibisono di Balikpapan, Kamis.
Menurut Wibisono yang juga jurnalis Majalah Tempo tersebut, pekerja dan pekerjaan jurnalis dilindungi dan dijamin undang-undang, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Desakan itu tertuang dalam pernyataan sikap bersama AJI dan IJTI Kalimantan Timur kepada Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim atas pemukulan yang menimpa Muhammad Asri Sattar, jurnalis Anteve saat meliput demonstrasi di Samarinda.
Asri Sattar dipukul oleh beberapa orang tidak dikenal saat ia meliput persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Jalan M Yamin, yaitu sidang oknum polisi yang diduga memukuli tahanan hingga tewas setahun yang lalu.
Dalam kesepakatan tersebut juga dibentuk tim monitoring perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap pers hingga tuntas.
Wibisono mengatakan AJI sangat berharap penuntasan kasus anarki tersebut berjalan dengan segera karena bila lambat atau dibiarkan adalah ancaman besar terhadap demokrasi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Komisaris Besar Polisi Anthonius Wisnu Sutirta yang menerima pernyataan itu menyampaikan polisi akan terus memproses kasus ini hingga tuntas sehingga tersangka berhasil ditangkap, diproses, dan diserahkan ke kejaksaan untuk disidangkan.
"Terus terang saya juga penasaran siapa pelakunya," kata Kombes Sutirta.
Kabid Humas juga menerangkan bahwa saat ini Kepolisian Resort Samarinda tengah menjalankan proses tersebut, dimana saat ini sedang mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi.
Ia juga mendukung pembentukan tim monitoring yang memantau perkembangan kasus ini hingga usai oleh kedua organisasi jurnalis tersebut.
Senin (22/10) pagi jurnalis Anteve di Samarinda Muhammad Asri Sattar sedang meliput jalannya sidang oknum polisi yang menjadi terdakwa kasus pemukulan hingga tewas Ramadan (16), tersangka pencurian sepeda motor Oktober 2011.
Saat itu juga sedang berlangsung demonstrasi oleh sejumlah elemen mahasiswa yang mendukung proses persidangan tersebut.
Entah bagaimana kemudian, pecah kericuhan antara mahasiswa dan polisi yang menjaga PN Samarinda. Mahasiswa dipukuli oleh polisi dan orang-orang tak berseragam atau preman. Mahasiswa pun terpecah dan sebagian melarikan diri ke Mal Robinson, tapi tetap dikejar polisi dan preman.
Menurut Asri, setelah itu dirinya keluar mal, dan ditanya seorang polisi berseragam siapa dirinya. Begitu ia menjawab bahwa dirinya wartawan, tiba-tiba saja seorang preman berbaju batik dekat polisi tersebut melayangkan bogem mentah. Ia mendapat pukulan di pelipis kiri, kemudian kuping kanan, kuping kiri, dihajar sekali lagi di kuping kanan. Seorang preman lain yang berkostum kaos menampar mukanya dengan punggung tangan.
Beberapa saksi mata menyebutkan Asri juga sempat dipiting lehernya oleh oknum polisi. Asri sendiri mengaku tidak ingat.
"Asri menjalankan tugas jurnalistiknya dan menjadi wakil publik, masyarakat luas untuk hadir di tempat itu. Pemukulan oleh preman, bahkan di depan aparat kepolisian, aparat penegak hukum yang semestinya menjadi pelindung, sungguh kami sesalkan dan kami kutuk keras," demikian Ketua AJI Kota Balikpapan SG Wibisono. (*)