Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi mengatakan upaya rasionalisasi pegawai negeri sipil dilakukan karena belanja aparatur negara di 244 kabupaten/kota tidak rasional.
"Ada sekitar 244 kabupaten/kota yang komposisi belanja aparatur pada APBD-nya di atas 50 persen. Hal tersebut merupakan fenomena pemerintahan yang kurang rasional, harusnya sebagian besar APBD dialokasikan untuk belanja publik. Karena itu harus ada rasionalisasi pegawai," katanya melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis.
Politikus Hanura itu meminta seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk memahami rencana rasionalisasi pegawai dengan rasionalitas, bukan dengan emosional.
"Pemerintahan ini dibangun dengan rasionalitas, tentu menentukan kebutuhan pegawai pun harus berdasarkan rasionalitas, termasuk pertimbangan kapasitas anggaran masing-masing," katanya.
Yuddy menjabarkan, rasionalisasi PNS diawali audit organisasi, dilanjutkan pemetaan pegawai, serta nantinya berujung pada pengurangan pegawai secara proporsional sesuai dengan kondisi objektif masing-masing instansi pemerintah.
Rencana tersebut, katanya, saat ini dalam kajian jajaran Kementerian PANRB.
"Ada tahapannya dan semua itu akan dilakukan dengan pendekatan yang rasional. Dalam waktu dekat, Kementerian PANRB akan mengeluarkan aturan teknis untuk memetakan SDM di daerah, baik dari sisi jumlah maupun jabatan untuk mengetahui kebutuhan SDM yang diperlukan," ujar Yuddy.
Dengan kebijakan rasionalisasi, pemerintah menargetkan penurunan belanja pegawai secara nasional dari 33,8 persen menjadi 28 persen dari total APBN/APBD selama rentang 2015-2019.
"Dengan target menurunkan sekira lima persen belanja pegawai, baik pusat maupun daerah, diproyeksikan jumlah pegawai yang akan dirasionalisasi sekitar satu juta orang sampai tahun 2019," kata Yuddy.
Namun demikian, kata dia, pengurangan tersebut sebagiannya dapat dipenuhi melalui skema alami, yakni dengan menunggu pegawai yang pensiun yang jumlahnya sampai dengan tahun 2019, yang ditaksir mencapai 500 ribu pegawai.
"Jadi bagi para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah, khususnya bupati dan wali kota tidak perlu khawatir. Silakan lakukan audit organisasi dan petakan pegawainya masing-masing. Baru kemudian dianalisis, berapa kebutuhan pegawai serta bagaimana kemampuan APBD untuk membiayainya," kata dia.
Menurutnya, daerah yang komposisi belanja pegawainya lebih besar daripada belanja publik, bahkan ada yang sampai menembus 70 persen, masuk dalam kategori tidak aman karena akan mengalami kesulitan dalam membiayai kebutuhan pembangunan.
"Untuk memperbaiki jalan, memberikan layanan kesehatan dan pendidikan yang bagus, serta layanan dasar lainnya tidak akan mampu. Pembangunan daerahnya pasti terhambat," kata Yuddy.
Rencananya kebijakan rasionalisasi ini akan dilaksanakan mulai tahun 2017. Yuddy berjanji pihaknya akan benar-benar menghitung dan mengantisipasi dampak kebijakan tersebut.
"Insyaallah akan memberikan manfaat besar bagi peningkatan kinerja pemerintahan, serta tidak akan menimbulkan kegaduhan," tutur Yuddy. (*)
Rasionalisasi PNS karena Belanja Aparatur Tidak Rasional
Kamis, 17 Maret 2016 20:06 WIB